Program Kotaku Bergulir Lagi, Anggaran Capai Rp 10,2 Miliar
Red: Yusuf Assidiq
Deretan rumah di permukiman padat penduduk di tepi Kali Code, Yogyakarta. | Foto: Republika/ Wihdan
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Program Kota Tanpa Kumuh di Yogyakarta tetap bergulir pada 2021 dengan total dana yang akan dikelola pada tahun ini mencapai Rp 10,2 miliar untuk sembilan kelurahan. Seluruhnya akan dilakukan secara padat karya.
"Total anggaran yang diterima di DIY pada tahun ini mencapai Rp 19,3 miliar dan Yogyakarta memperoleh manfaat terbesar yaitu Rp 10,2 miliar," kata Team Leader Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Yogyakarta, M Imam Santoso, di Yogyakarta.
Menurut dia, dana tersebut akan digunakan untuk berbagai program Kotaku yaitu kegiatan pemeliharaan terhadap infrastruktur Kotaku yang sudah berusia lebih dari satu tahun yang tersebar di empat kelurahan yaitu Pakuncen, Purwokinanti, Gunung Ketur, dan Muja Muju.
Setiap kelurahan akan menerima dana Rp 300 juta. Pekerjaan pemeliharaan infrastruktur seperti jalan, saluran drainase, sarana air minum, hingga MCK tersebut sepenuhnya akan dilakukan dengan model padat karya.
Dana yang diperoleh digunakan untuk upah tenaga kerja sebesar 65 persen dan sisanya untuk pembelian material bangunan. Selain itu, juga akan dilakukan kegiatan reguler Kotaku yang berlokasi di Kelurahan Terban.
Fokus utama kegiatan adalah pengurangan kawasan kumuh dengan nilai anggaran Rp 1 miliar. Program Kotaku Yogyakarta juga bekerja sama dengan Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia untuk penanganan kawasan kumuh di empat kelurahan yang fokus pada pemenuhan air minum, sanitasi, dan penanganan sampah.
Keempat kelurahan tersebut adalah Prawirodirjan, Karangwaru, Baciro, dan Giwangan. Setiap kelurahan mengelola dana Rp 2 miliar. "Dalam berbagai program tersebut, kami juga menekankan agar pekerjaan fisik mengacu pada desain yang ramah disabilitas," ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Kota Program Kotaku Yogyakarta, Raharja Mulya Atmaja mengatakan, seluruh kelurahan yang terlibat dipilih dengan berbagai pertimbangan seperti dampak pandemi Covid-19 di masyarakat dan komitmen Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) di masing-masing wilayah untuk menjalankan program Kotaku.
"Karena pekerjaan seluruhnya akan dilakukan secara padat karya, maka diharapkan dapat mempercepat upaya pemulihan sektor ekonomi akibat pandemi Covid-19," katanya.
Seluruh masyarakat yang terlibat sebagai pekerja dalam program Kotaku akan memperoleh upah yang disesuaikan dengan aturan di pemerintah daerah yaitu sekitar Rp 90 ribu per orang per hari. "Mereka pun bekerja minimal enam jam untuk melakukan pemeliharaan atau pembangunan," jelasnya.
Meski dilakukan secara swakelola dan padat karya, namun dipastikan kualitas hasil pekerjaan tetap dijaga dengan umur teknis bangunan pun sudah sesuai syarat yaitu lima tahun. "Perencanaan sudah dilakukan dengan baik dan material bangunan pun dipilih yang baik. Ini merupakan upaya untuk memastikan kualitas bangunan dalam kondisi yang baik," ujar dia.