REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meninggal dalam keadaan syahid tidak selalu dalam kondisi perang. Rasulullah telah menyampaikan orang yang meninggal dalam keadaan syahid akan diselamatkan dari ujian (fitnah) dan siksa kubur.
Suatu ketika, Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabatnya, “Siapa yang kalian anggap sebagai orang yang mati syahid?” kemudian para sahabatnya menjawab, “Wahai Rasulullah, barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah maka dialah orang yang syahid.” Mendengar jawaban itu, Rasulullah kembali bertanya, “Jika demikian, berarti kaum syuhada yang berasal dari umatku hanyalah sedikit?”
Para sahabat bertanya lagi, “Lalu siapakah yang tergolong dalam kaum syuhada itu wahai Rasulullah?” Dia menjawab, “Barangsiapa yang terbunuh di jalan Allah berarti ia syahid. Barangsiapa yang mati di jalan Allah berarti ia syahid. Barangsiapa yang mati karena penyakit kusta maka ia syahid. Barangsiapa yang mati karena sakit perut maka ia syahid,” (HR Muslim).
Dijelaskan dalam buku Tamasya ke Negeri Akhirat oleh Syaikh Mahmud al-Mishri, beberapa hadits lain juga menjelaskan golongan manusia yang meninggal dalam keadaan syahid selain melalui perang. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mati karena sakit perutnya, maka tidak akan disiksa dalam kuburnya,” (HR Ahmad dan at-Tirmidzi, al-Albani menetapkan dalam kitabnya Shahih al-Jami, 6461).