Membangun Ketahanan Masyarakat Ikhtiar Hadapi Pandemi
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Ilustrasi Al-Quran dan Berdzikir Covid-19. | Foto: Republika/Thoudy Badai
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Resiliensi atau ketahanan merupakan benteng masyarakat menghadapi pandemi. Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kabupaten Bantul, Dr Sagiran menilai, ini menjadi kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh walau keadaan semakin sulit.
Ia mengatakan, resiliensi dapat dikenali dari dua sisi yaitu koping dan adaptasi. Koping merupakan proses internal mengelola pikiran kognitif dan emosi saat keadaan tertekan. Sedangkan, adaptasi menjadi proses mengubah perilaku untuk menyesuaikan.
Sagiran menerangkan, hal-hal kunci dalam resiliensi merupakan yang terkait mental. Dimulai dari kontrol diri, dukungan sosial, optimistis, kemampuan untuk memecahkan masalah, kesadaran emosional, keyakinan diri dan kepekaan terhadap humor.
"Self healing juga diperlukan dalam keadaan tertekan. Kesehatan mental akhirnya jadi kunci dalam membangun daya resiliensi masyarakat," kata Sagiran dalam seminar virtual bertema Kesehatan Kolektif, Kunci Membangun Resiliensi pada Masa Pandemi yang digelar Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Sagiran menuturkan, pendekatan spiritualisme jadi komponen yang tidak kalah penting. Sebab, keyakinan terhadap adanya Allah SWT akan menguatkan dan memupuskan segala persoalan manusia dan salah satu cara menghadirkannya bisa dengan berzikir. "Doa sebagai seorang Muslim merupakan suatu senjata," ujarnya.
Menurut Sagiran, kesehatan fisik juga menjadi dasar membangun daya resiliensi masyarakat. Pelaksanaan vaksinasi yang saat ini terus dilaksanakan merupakan salah satu langkah preventif yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
"Allah SWT telah mewajibkan kita untuk ikhtiar, ikhtiar kita melalui protokol kesehatan dan vaksinasi, selebihnya tawakal dan diakhiri dengan doa, mudah-mudahan Allah membuka pintu langit dan segera mengangkat bencana ini," jelasnya.