REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sebuah laporan dari Global Network Against Food Crises mencatat bahwa kerawanan pangan akut telah mencapai level tertinggi lima tahun di seluruh dunia. Ini terjadi di tengah pergolakan konflik, pandemi Covid-19, hingga perubahan iklim.
"Konflik dampak ekonomi dari pandemi dan cuaca ekstrem terus mendorong jutaan orang ke dalam kerawanan pangan akut," ujar laporan dari organisasi yang terdiri dari PBB, Uni Eropa, dan organisasi pemerintah dan nonpemerintah lain, dikutip laman Anadolu Agency, Kamis (6/5).
Tahun lalu, laporan tersebut mencatat sedikitnya 155 juta orang menderita kerawanan pangan akut di 55 negara dan wilayah. Ini mewakili peningkatan 20 juta orang dari 2019, dan levelnya terus meningkat setiap sejak 2017 ketika edisi pertama laporan itu diterbitkan.
Konflik adalah pendorong utama kerawanan pangan pada 2020, mendorong 100 juta orang ke dalam kelangkaan akut, naik dari 77 juta pada 2019. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengimbau masyarakat internasional untuk mengendalikan kekerasan.
Dia menekankan, konflik dan kelaparan saling memperkuat. "Kita perlu mengatasi kelaparan dan konflik bersama untuk menyelesaikannya," katanya dalam pernyataan yang menyertai. "Kita harus melakukan segala yang kita bisa untuk mengakhiri lingkaran setan ini. Mengatasi kelaparan adalah dasar untuk stabilitas dan perdamaian," ujarnya menambahkan.
Setelah konflik, guncangan ekonomi yang sebagian besar disebabkan oleh pandemi virus korona adalah penyebab kerawanan pangan terbesar kedua, menyebabkan lebih dari 40 juta orang menghadapi ketidakamanan. Dan cuaca ekstrem menyebabkan sekitar 16 juta orang mengatasi kelaparan.