Rabu 26 May 2021 21:36 WIB

Observatorium Astronomi Itera Rekam Proses Gerhana Bulan

Pada fase puncak gerhana, bulan tampak berwarna kemerahan dengan sedikit bayangan.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Mas Alamil Huda
Tim Observatorium Astronomi Institut Teknologi Sumatera Lampungn berhasil merekam gerhana bulan total di Bandar Lampung, Rabu (26/5) malam.
Foto: Dok Itera
Tim Observatorium Astronomi Institut Teknologi Sumatera Lampungn berhasil merekam gerhana bulan total di Bandar Lampung, Rabu (26/5) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Tim Observatorium Astronomi Itera Lampung (OAIL) berhasil merekam proses gerhana bulan total, pada Rabu (26/5) malam. Pada fase puncak gerhana berhasil direkam melalui teleskop, yang menghasilkan bulan tampak berwarna kemerahan dengan sedikit bayangan.

Teleskop yang digunakan berjenis Refraktor yaitu Baride Optics dengan panjang fokus 900 mm dan diameter 102 mm, f/8.8) dengan kamera DSLR Canon 5D Mark IV, yang telah disiapkan sehari sebelumnya. Pengamatan dilakukan para peneliti Institut Teknologi Sumatera (Itera) seperti dosen, laboran, serta para mahasiswa yang tergabung dalam komunitas astronomi Lampung (Kala) di Stasiun Pengamatan Bulan Internasional Itera atau Astelco Lunar Sighting Station (ALTS-7) di kampus Itera.

Dalam pengamatan gerhana bulan total, OAIL menggunakan empat teleskop, yaitu teleskop utama berjenis Refraktor yaitu Baride Optics dengan panjang fokus 900 mm dan diameter 102 mm, f/8.8), teleskop Lunt 80ed yang digunakan khusus untuk penelitian dosen, serta dua teleskop Baride Optics manual yang digunakan para mahasiswa untuk mengamati gerhana bulan.

Pengamat OAIL, Aditya Abdillah Yusuf, mengatakan, pengamatan awal gerhana bulan  para peneliti sempat mengalami kendala, karena langit sempat tertutup awan. Namun, saat menjelang puncak gerhana langit mulai cerah, sehingga tidak menutupi pengamatan.

Dosen Sains Atmosfer dan Keplanetan Itera, Hendra Agus Prastyo, juga mengamati dan meneliti proses terjadinya gerhana menyampaikan, dalam pengamatan fenomena gerhana bulan total, tim peneliti melakukan pengambilan citra bulan dalam berbagai filter (U, B, V, R, I) dan mengukur perubahan kecerlangan langit selama terjadinya GBT. Citra bulan yang diambil dari berbagai filter digunakan untuk menghasilkan kurva cahaya pada panjang gelombang yang berbeda, sehingga bisa diketahui filter mana yang optimal digunakan untuk pengamatan gerhana bulan.

“Sementara untuk data perubahan kecerlangan langit kami gunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan cahaya bulan selama terjadinya gerhana bulan total terhadap langit malam yang mempengaruhi kenampakan objek astronomi lain, data ini sangat mendukung penelitian di bidang astronomi yang kami lakukan,” ujar Hendra dalam keterangan persnya, Rabu (25/5) malam.

Hendra menambahkan, gerhana bulan total malam ini merupakan gerhana bulan total pertama di tahun 2021 dan bulan berada pada jarak terdekatnya dengan bumi, sehingga diameter sudut bulan relatif lebih besar dibandingkan purnama pada umumnya. Gerhana bulan akan terjadi lagi pada 19 November 2021, yaitu gerhana bulan sebagian.

Terkait gerhana bulan yang terjadi, Hendra menyebutkan, fenomena astronomi tersebut tidak ada dampak yang signifikan akibat terjadinya gerhana bulan total. “Harapan kami, dari fenomena astronomi yang terjadi ini, masyarakat menjadi lebih memahami fenomena gerhana bulan total secara ilmiah, dan akan banyak penelitian yang dihasilkan dari fenomena ini,” ujar Hendra.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement