Jumat 28 May 2021 16:53 WIB

YIB Tolak Biaya Cek Saldo dan Tarik Tunai ATM Link

Saat ini, petisi penolakan telah ditandatangani oleh 1.250 orang

Rep: Retno Wulandhari/ Red: A.Syalaby Ichsan
Nasabah melakukan transkasi melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Link di Jakarta, Ahad (23/5). Mulai 1 Juni 2021, bagi nasabah bank BUMN yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN yang melakukan transaksi di ATM Link akan dikenakan biaya untuk cek saldo dan tarik tunai. Kebijakan ini dilakukan untuk mendukung GNNT (Gerakan Nasional Non Tunai) dengan tarif yang diberlakukan pada transaksi cek saldo dari Rp0 menjadi Rp2.500 dan tarik tunai dari Rp0 menjadi Rp5.000. Sementara itu untuk transfer sesama bank BUMN tetap Rp4.000. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Nasabah melakukan transkasi melalui mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) Link di Jakarta, Ahad (23/5). Mulai 1 Juni 2021, bagi nasabah bank BUMN yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN yang melakukan transaksi di ATM Link akan dikenakan biaya untuk cek saldo dan tarik tunai. Kebijakan ini dilakukan untuk mendukung GNNT (Gerakan Nasional Non Tunai) dengan tarif yang diberlakukan pada transaksi cek saldo dari Rp0 menjadi Rp2.500 dan tarik tunai dari Rp0 menjadi Rp5.000. Sementara itu untuk transfer sesama bank BUMN tetap Rp4.000. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Young Islamic Bankers (YIB) menolak kebijakan pemberlakukan biaya cek saldo dan tarik tunai di ATM Link bagi nasabah bank Himbara. Komunitas praktisi perbankan ini sebelumnya telah menggagas sebuah petisi penolakan kebijakan tersebut. 

Saat ini, petisi telah ditandatangani oleh 1.250 orang. Melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Jumat (28/5), YIB mengemukakan tiga alasan mengapa kebijakan ATM Link tersebut layak ditolak.  

 

Pertama, mayoritas masyarakat Indonesia dan konsumen perbankan adalah nasabah bank Himbara. Diperkirakan sekitar 100 juta orang menjadi nasabah Bank Himbara. Di sisi lain, seluruh ATM bank Himbara yang berjumlah sekitar 45 ribu sudah diintegrasikan menjadi ATM Link, sehingga jika ingin bertransaksi di ATM secara gratis, satu-satunya pilihan adalah ATM Link. 

 

Kedua, kebijakan pemberlakukan biaya di ATM Link sangat bertentangan dengan semangat awal integrasi ATM bank Himbara menjadi ATM Link, yaitu meningkatkan kepuasan nasabah melalui biaya transaksi yang gratis dan lebih rendah. Nasabah juga tidak perlu mengantre di ATM bank penerbit kartu, cukup mendatangi semua ATM Link yang terdekat untuk bisa cek saldo dan tarik tunai gratis. 

 

Ketiga, baru sekitar 40 persen konsumen perbankan Indonesia yang sudah memiliki akses mobile/internet banking. Sisanya, tidak familiar dengan transaksi online karena masih gagap teknologi atau karena keterbatasan akses internet di wilayahnya. Selain itu, biaya tarik tunai juga akan merugikan masyarakat yang berada di wilayah dengan adopsi transaksi digital yang rendah, karena masih harus sering melakukan tarik tunai untuk memenuhi kebutuhan transaksinya. 

 

Petisi yang digagas YIB ini menyasar Kementerian BUMN sebagai kementerian yang memiliki kendali atas bank-bank Himbara serta ATM Link. Otoritas terkait yaitu Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga dihimbau untuk mengintervensi jika kebijakan tersebut tetap diberlakukan. 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement