Pemerintah Diminta Hentikan Ambisi Menambang di Desa Wadas
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Fernan Rahadi
Peserta aksi dari Aliansi Solidaritas Peduli Wadas menggelar unjuk rasa di depan Balai Besar Wilayang Sungai Serayu Opak (BBWS SO), Yogyakarta, beberapa waktu lalu. | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah mendatangi Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO). Mereka menyampaikan sikap tetap menolak perpanjangan izin penetapan lokasi (IPL) Bendungan Bener.
Izin sendiri akan habis pada 5 Juni 2021. Sayangnya, kedatangan warga justru tidak disambut BBWS-SO yang menutup pintu gerbang kantornya, sehingga membuat warga hanya melaksanakan aksi unjuk rasa di jalan raya depan Kantor BBWS-SO.
Warga menyampaikan sikap menolak semua proses pengadaan tanah dan rencana penambangan di Desa Wadas. Selain itu, warga mendesak pemerintah menghentikan semua proses pengadaan tanah dan rencana penambangan yang ada di Desa Wadas serta mendesak pemerintah, pemrakarsa dan aparat keamanan untuk menghentikan segala bentuk intimidasi dan provokasi terhadap perjuangan warga Desa Wadas. Warga turut menyampaikan petisi penolakan yang sudah diisi belasan ribu orang.
Julian Duwi Prasetya dari LBH Yogyakarta mengingatkan, IPL yang diterbitkan habis pada 5 Juni 2021, dan merupakan keputusan perpanjangan izin sebelumnya. Karenanya, warga Desa Wadas mendesak pemerintah tidak menerbitkan izin lagi.
"Mendesak BBWS SO dan PT PP agar menghentikan ambisi menambang di Desa Wadas, serta kemarin sempat terjadi kekerasan terhadap warga, kami berharap itu tidak terjadi lagi," ujar Julian kepada Republika, Kamis (3/6).
Sorotan lain dari kasus ini munculnya kabar-kabar yang disebut mendiskreditkan perjuangan warga Desa Wadas dalam menjaga kelestarian dan keutuhan desa. Misal terkait hitung-hitungan warga penolak dan warga pro Quarry di Desa Wadas.
Apalagi, beberapa waktu lalu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bendungan Bener BBWS-SO, Yushar Yahya, mengklaim 70 persen warga setujui rencana penambangan Batuan Andesit. Itu jadi material pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas.
Julian menilai, klaim itu mengada-ada dan bertolak belakang dengan fakta yang ada di lapangan. Yang mana, hanya beberapa yang sepakat dan mayoritas sampai saat ini menunjukkan warga Desa Wadas masih konsisten menolak rencana Quarry.
Mereka yang setuju sebagian besar warga luar yang kebetulan memiliki tanah di Desa Wadas. Seperti Desa Cacaban Kidul dan Desa Kaliwader yang notabene tidak terikat sejarah kuat dan tidak ada kepentingan menjaga keutuhan Desa Wadas.
Ia menekankan, fakta mayoritas warga Desa Wadas menolak rencana pertambangan selalu diabaikan pemerintah dan pemrakarsa. Sikap ini dapat dilihat dalam rencana sosialisasi pemasangan patok 23 April 2021 yang ditolak keras warga.
"Kalau masyarakat Desa Wadas mayoritas menolak, data kami yang menolak perjuangan warga Desa Wadas cuma 17 persen, sedangkan yang mendukung perjuangan sampai 83 persen," ujar Julian.
Hasilnya, puluhan warga luka-luka dan 12 lain ditangkap, termasuk dua kuasa hukum warga akibat represif kepolisian mengawal rencana tersebut. Di sisi lain, tindakan represif dan intimidatif tampaknya justru menguatkan perjuangan masyarakat.
Sampai saat ini, Julian mengungkapkan, petisi penolakan sudah diisi lebih dari 14.200 orang. Karenanya, warga Desa Wadas akan tetap menyatakan sikapnya untuk menolak, apalagi sesuai aturan izin IPL memang sudah habis pada 5 Juni 2021.
"Kita lihat tindakan pemerintah seperti apa, yang jelas untuk memperpanjang izin yang sudah diperpanjang itu tidak mungkin, belum ada skema hukum yang membuka peluang itu," kata Julian.