Jumat 04 Jun 2021 22:41 WIB

Komisi VII Minta Stimulus Tarif Listrik Dipertahankan

Pencabutan stimulus tarif listrik menambah beban masyarakat.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno meminta pemerintah mengevaluasi ulang rencana pencabutan stimulus listrik selama pandemi ini.
Foto: istimewa/tangkapan layar
Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno meminta pemerintah mengevaluasi ulang rencana pencabutan stimulus listrik selama pandemi ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno meminta pemerintah mengevaluasi ulang rencana pencabutan stimulus listrik selama pandemi ini. Sebab, saat ini perekonomian masyarakat belum sepenuhnya pulih.

Eddy menilai saat ini dampak pandemi sendiri belum menunjukan perbaikan. Padahal, masyarakat yang terdampak pandemi seperti korban PHK datanya pun bertambah. Jika stimulus ini dicabut, maka akan menambah beban masyarakat.

Baca Juga

"Mereka terutama yang korban PHK ini untuk kebutuhan sehari hari saja sulit, apalagi harus membayar tagihan listrik. Saya kira pemerintah perlu mengevaluasi ulang rencana ini," ujar Eddy kepada Republika, Jumat (4/6).

Eddy menilai slot dari anggaran sebenarnya pun masih ada. Sebab, Kementerian Lembaga untuk RAPBN 2022 saja masih melakukan refocusing anggaran. Untuk Kementerian ESDM sendiri, refoucsing anggaran untuk dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sekitar 30 persen dari total pagu anggaran.

"Maka sebenarnya dana PEN ini yang diatribusikan untuk penanggulangan kesehatan bisa juga dimasukan untuk stimulus ini. Kami harap khususnya untuk pelanggan 450 VA dan juga masyarakat terdampak PHK masih bisa mendapatkan stimulus listrik ini," ujar Eddy.

Di satu sisi, kata Eddy, pemerintah sempat mencoba opsi untuk tetap memberikan stimulus ini bagi pelanggan 450 VA. Hanya saja, datanya diubah karena perlu evaluasi ulang. Menurutnya, evaluasi data ini juga perlu dikawal. Jangan sampai masyarakat yang memang masih membutuhkan malah tidak terdaftar.

"Tetapi itu akan mereduksi jumlahnya secara signifikan," ujar Eddy.

Data ini, kata Eddy, merupakan masalah.  Sehingga ketika dilakukan pemotongan, ia khawatir yang berhak menerima tidak masuk daftar dan kehilangan haknya. Jadi bila pemerintah mengacu pada DTKS, ia meminta data penerimanya harus dievaluasi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement