Pustek UGM Tolak Sembako Dikenakan Pajak

Red: Fernan Rahadi

Sembako (ilustrasi)
Sembako (ilustrasi) | Foto: Republika/Aditya Pradana Putra

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Tim Ahli Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM Prof Catur Sugiyanto menolak rencana pemerintah dan DPR memberlakukan pajak terhadap barang kebutuhan pokok, sebab pajak tersebut dinilai semakin memberatkan masyarakat yang saat ini sudah terkena dampak ekonomi akibat pandemi covid-19.

"Sebaiknya sembako tidak diberi PPN sampai kapan pun, carilah sumber pajak yang lain," kata Catur dalam siaran pers, Jumat (11/6).

Sebagai informasi, pemerintah berencana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Rencana itu tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Bila sebelumnya, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak atau sembako termasuk objek yang tidak dikenakan PPN. Namun, pada draf revisi aturan baru tersebut sembako tak lagi dimasukan ke dalam objek yang PPN-nya dikecualikan.

Menurut Catur, di negara maju sebenarnya tidak pernah menerapkan aturan pemberlakukan pajak pada bahan pokok karena dianggap itu menjadi kebutuhan dasar bagi orang untuk memenuhi sumber pangan. "Negara maju tidak memberlakukan seperti itu," ujarnya.

Dalam pandangannya, sangat tidak elok dan kurang pas jika pemerintah Joko Widodo menerapkan aturan pajak pada sembako. Selain menjadi kebutuhan dasar agar tetap bisa hidup meski dalam kondisi terbatas, pemberlakuan pajak pada situasi pandemi sungguh makin menyengsarakan rakyat miskin. "Kita itu hidup dari sembako jika dipajaki itu rasanya kurang pas," katanya

Selain menolak PPN sembako, Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM ini juga meminta pemerintah untuk terbuka dan transparan menyampaikan kondisi APBN sekarang ini hingga bisa muncul ide untuk menarik pajak pada barang sembako. Menurutnya,  rencana kebijakan menarik pajak dari sembako mengindikasikan bahwa APBN kita genting dan perlu diselamatkan.

Namun kondisi itu perlu disampaikan secara terbuka. Meski pajak sebagai bentuk sumbangsih warga untuk negara namun menarik pajak dari sembako menurutnya sangatlah tidak tepat, pemerintah perlu mencari alternatif sumber pendapatan lain dan melakukan penghematan secara besar-besaran serta memperkuat pengawasan.

"Governance, keterbukaan, pengawasan harus ditingkatkan agar tidak banyak uang negara yang dikorupsi," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Terkait


Kemenkeu: Rasio Pajak Indonesia Turun Lima Tahun Terakhir

Pajak Sembako, Akumindo: Pemerintah Seperti Hilang Arah

Buruh dan Petani akan Melawan Rencana Pajak Sembako

Tolak Rencana Pajak Sembako,Petani Tebu Siap Demo ke Jakarta

Sri Mulyani Sayangkan Kegaduhan Pajak Sembako

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark