Pengamat: Premanisme di Pelabuhan Sudah Berlangsung Lama
Rep: Rahayu Subekti/ Red: Agus Yulianto
Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok Wisnu Handoko (kiri) bersama Kepala Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok Andi Hartono (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan di Museum Maritim Indonesia, Jakarta Utara, Selasa (15/6/2021). Keterangan pers tersebut terkait dengan pungli yang terjadi di Pelabuhan Tanjung Priok. | Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, aksi premanisme di pelabuhan sudah berlangsung lama. Dia menuturkan, aksi tersebut termasuk pungli sudah banyak terjadi di banyak pelabuhan.
“Tidak hanya di Pelabuhan Tanjung Priok namun hampir di semua pelabuhan terutama pelabuhan besar yang aktivitasnya tinggi,” kata Djoko, Selasa (15/6).
Dia menilai, hal tersebut merupakan masalah sosial ekonomi. Menurut Djoko, jika di lingkungan pelabuhan dipenuhi masyarakat yang tergolong miskin dan kumuh maka dapat dipastikan hal tersebut dapat terjadi bahkan bekerja sama dengan oknum aparat. “Justru hal seperti sengaja dipelihara oleh oknum tersebut,” tutur Djoko.
Dalam bidang apapun, kata Djoko, apabila pelanggaran murni dilakukan sendiri oleh pelaku maka hanya akan berlangsung sementara mingguan atau beberapa bulan. Tetapi, jika pelanggaran sudah berlangsung rutin dan terus-menerus, dia menilai, sudah ada kerja sama dengan aparatur dan pihak lainnya
Djoko mengatakan, organisasi Asosiasi Bongkar Muat Pelabuhan yang pada dasarnya tidak berfungsi dalam pengoperasian pelabuhan modern pada kenyataannya tetap berfungsi. “Pengaruhnya sangat kuat bahkan bongkar muat yang dilakukan dengan kontainer crane yang tidak ada peran buruh bongkar muatnya tetap dipungut biayanya,” jelas Djoko.
Dia mengatakan, sayangnya pejabat di kementerian terkait tidak berani untuk menghilangkannya. Harus diakui, kata Djoko, modernisasi bongkar muat di pelabuhan menghilangkan sejumlah pekerja bongkar muat.
Djoko menilai, seharusnya pihak operator pelabuhan dapat belajar dengan operator kereta api. “Stasiun yang dulu kumuh sekarng sudah rapi dan menarik padahal kawasan stasiun juga dulunya penuh dengan aksi premanisme,” ungkap Djoko.
Dia menegaskan, operator keteta api punya nyali. Djoko menilai seharusnya operator pelabuhan meniru operator KA dalam membersihkan aksi premanisme di pelabuhan.
“Jika di sekitar kawasan tersebut masih terdapat kemiskinan, itu bukan tugas dan kewajiban pihak operator pelabuhan untuk mengurisinya tapi kewajiban pemerintah daerah setempat untuk mengurus dan membereskan kemiskinan itu,” jelas Djoko.