REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Revisi peraturan tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit dinilai akan berdampak positif pada peningkatan ekspor CPO. Aturan baru itu secara otomatis juga akan meningkatkan devisa negara.
“Revisi ini juga membuat perusahaan sawit Indonesia dapat lebih kompetitif dan berkembang dengan negara lain,” kata Chief Financial Officer (CFO) PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) Tbk, Hartono Jap, dalam siaran persnya, Rabu (30/6). Penurunan pungutan ekspor rencananya akan resmi berlaku pada Jumat, 2 Juli 2021.
Saat ini, kata Hartono, SSMS menyalurkan sebagian besar CPO ke hilirisasi (refineri) anak usaha yaitu PT Citra Borneo Utama (CBU). Ini langkah positif, karena, selain tak dikenakan bea keluar sawit, hasil penjualan produk hilirisasi mempunyai harga tinggi. Sehingga akan meningkatkan pertumbuhan penjualan dan penguatan grup perseroan.
Hasil produksi CBU yang mayoritas penjualannya diekspor keluar negeri, lanjut Hartono, jelas mendatangkan devisa bagi negara. Permintaan produk dari CBU semakin besar setiap tahun. Terbukti dari adanya perjanjian kerja sama jual-beli dengan perusahaan asal China baru-baru ini. Jadi, dengan adanya jelas memiliki dampak positif untuk bisnis SSMS.
Dipaparkannya, sejak awal manajemen SSMS menargetkan peningkatan produksi dan penjualan sebesar 10-15 persen dari tahun lalu. Berbagai cara dilakukan untuk mewujudkannya. Di antaranya, melakukan pemupukan tanaman secara optimal sehingga dapat menghasilkan tandan buah segar (TBS) berkualitas dan kuantitas yang baik.
“SSMS juga melakukan peluang kerja sama dengan petani plasma. Seluruh rangkaian tersebut kami optimalkan guna keberlanjutan bisnis Perseroan tahun ini, dan seterusnya,” ungkap Hartono Jap.
Upaya lain, lanjutnya, dilakukandengan penurunan tarif ekspor CPO dan turunannya ini. Hal ini diharapkan berdampak positif pada kinerja keuangan SSMS. Hartono menyebutkan, perseroan dapat alokasikan pada pengembangan Perusahaan dan juga para pemangku kepentingan. Salah satunya, lebih memfasilitasi para petani plasma yang telah dibina oleh Perseroan.
Dengan semangat itu, SSMS mengajak masyarakat melakukan pengelolaan kebun sawit secara berkelanjutan. Melalui kemitraan strategis, kata Hartono, upaya mewujudkan perkebunan kelapa sawit yang ramah lingkungan dapat terealisasi. Ini sejalan dengan tujuan dari penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor, selain untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.
Pemerintah menyesuaikan tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit, dan turunannya. Ini tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku Jumat (2/7/2021), atau tujuh hari setelah diundangkan tanggal 25 Juni 2021. Ekspor CPO mulai dikenakan pungutan ketika harga menyentuh USD750/ton. Jumlah pungutan yang sama untuk Crude Palm Kernel Oil (CPKO), Crude Palm Olein.
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Eddy Abdurrachman mengatakan, apabila harga CPO di bawah atau sama dengan USD750/MT, tarif Pungutan Ekspor tetap, yaitu misalnya untuk tarif produk crude USD55/MT. Setiap kenaikan harga CPO USD50/MT, tarif Pungutan Ekspor naik USD20/MT untuk produk crude dan USD16/MT untuk produk turunan sampai harga CPO mencapai USD1000. Apabila harga CPO di atas US$1000, tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk.