REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR — Hotel dan wisma di Makassar, Sulawesi Selatan, terancam gulung tikar sebagai akibat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro yang menurunkan tingkat okupansi.
"Kebijakan PPKM di Kota Makassar ini mengakibatkan hampir semua sektor terdampak, termasuk industri perhotelan dan wisma," kata Pemilik Wisma 45, Alimuddin di Makassar, Selasa (7/7).
Dia mengatakan, saat awal pemberlakuan PPKM pada awal pandemi COVID-19, sudah merugi dengan penurunan okupansi wisma hingga B-70 persen. Saat pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru atau new normal, lanjut dia, disambut gembira karena sudah ada perbaikan sedikit demi sedikit dengan bergairahnya kembali usaha penginapan.
Apalagi setelah lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah, perekonomian termasuk sektor jasa mulai mengalami perbaikan, namun pemberlakuan PPKM mikro kembali, tingkat okupansi kembali menurun.
Hal senada dikemukakan Marcom Hotel Best WesternPlus Makassar Beach, Moh Arif Romadhoni. Dia mengatakan, pengusaha wisma ataupun hotel sebenarnya terpuruk, namun masih berusaha bertahan dengan mengandalkan kredit bank.
Menurut dia, kondisi sakit yang dialami hotel dan wisma saat ini, karena menggunakan uang bank mengelola usaha di bidang jasa itu. Jadi dengan kondisi PPKM itu, juga mempengaruhi pengurangan tenaga SDM dengan terpaksa dirumahkan. Termasuk menekan biaya operasional untuk mengurangi beban perusahaan.
Kondisi itu dibenarkan Kepala Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel Anggiat Sinaga yang sebelumnya telah melakukan audiensi dengan Wali Kota Makassar Ramadhan Pomanto.
Pada kesempatan itu Ketua PHRI Sulsel meminta agar kebijakan pemerintah tidak membuat sektor jasa semakin terpuruk. Alasannya, sektor jasa seperti hotel dan restoran merupakan penggerak ekonomi yang melibatkan banyak tenaga kerja.