Guru Besar UGM Kecewa Putusan MK terhadap Pengujian UU KPK
Red: Agus Yulianto
Saksi ahli dari pemohon Zainal Arifin Mochtar memberikan keterangan dalam sidang uji formil UU KPK di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/2/2020). | Foto: Antara/Galih Pradipta
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada Prof Zainal Arifin Mochtar mengaku, kecewa terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pengujian Undang-Undang 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu. Pasalnya, Majelis Hakim MK meninggalkan konsep ajaran konstitusionalitas secara materi atau etik moral konstitusional itu sendiri.
"Saya mohon maaf yang mulia dan memberikan catatan karena kekecewaan saya terhadap putusan MK terdahulu," kata Prof Zainal Arifin Mochtar di sela-sela sidang perkara nomor 91/PUU-XVIII/2020 uji formil UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 yang digelar MK secara virtual di Jakarta, Kamis (5/8).
Menurut dia, Majelis Hakim MK meninggalkan konsep ajaran konstitusionalitas secara materi atau etik moral konstitusional itu sendiri. Sebab, yang banyak dibahas hanya terpenuhinya aspek formal saja. Misalnya, ketika sudah ada diskusi tentang UU KPK. Padahal, sebagai contoh, ketika diskusi UU KPK di Universitas Gadjah Mada dan Universitas Andalas (Unand) diadakan terjadi penolakan besar-besaran terhadap tim DPR yang datang di dua kampus itu.
"Pada saat itu tim DPR menandatangani surat tidak akan melanjutkan perubahan Undang-Undang KPK," ujar Zainal.
Kemudian, bagaimana mungkin aspek formil tersebut dipakai untuk membenarkan terpenuhi-nya proses pembentukan undang-undang dalam konteks penyerapan aspirasi masyarakat. Zainal mengatakan, sengaja menyinggung UU KPK dalam perkara uji formil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan tujuan Majelis Hakim bisa melihat lebih detail tentang aspek materi dan formil serta moralitas konstitusional.
Zainal sendiri mengaku, pesimis terhadap uji formil UU Cipta kerja yang masuk ke MK jika cara pengujian majelis hakim sama dengan uji formil sebelumnya. Lebih jauh, dia mengatakan, riset yang dilakukan oleh Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Jentera Bivitri Savitri yang mengkomparasi lebih dari 45 pengujian formil, sebagian besar dilakukan dengan cara yang belum menghitung moralitas konstitusional.
"Harapan saya, Mahkamah Konstitusi bisa melihat moralitas konstitusional yang ada dalam konstitusi itu sendiri," ucap dia.
Dalam sidang virtual tersebut, Majelis Hakim Prof Saldi Isra mengingatkan Prof Zainal agar fokus pada pembahasan uji formil UU Cipta Kerja bukan UU KPK. "Saya hanya mengambil contoh UU KPK karena itu yang terdekat. Sebenarnya banyak putusan lain yang bisa kita kritisi," ujarnya.