Epidemilogi: Lockdown, PSBB, PPKM, itu Strategi Tambahan
Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Pengendara melintas di jalur penyekatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Jakarta, Ahad (1/8/2021). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim kondisi penyebaran virus corona di Ibu Kota mulai melandai. Hal ini tak lepas dari kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang akan berakhir pada Senin (2/8/2021). | Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan bahwa kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) harus dipandang sebagai strategi tambahan dari keseluruhan penanganan Covid-19. Bukan menjadi strategi utama dalam penanganan pandemi.
"Lockdown, PSBB, PPKM, apapun namanya itu sifatnya strategi tambahan penanganan pandemi, bukan strategi utama," ujar Dicky dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (7/8).
Pembatasan kegiatan masyarakat, kata Dicky, harus dilakukan secara bijak dengan melihat tiga kriteria, yakni momen, durasi, dan dosisnya. Tiga hal tersebutlah yang akan menentukan keberhasilan dari PPKM.
"Karena kalau strategi utamanya tidak diperkuat, maka ya seberapa lama pun pembatasan terjadi, ya akan terjadi jebakan lockdown," ujar Dicky.
Untuk itu, pemerintah diminta untuk memperkuat strategi utamanya dalam penanganan Covid-19. Sebab jika tidak, pembatasan kegiatan masyarakat yang dilakukan berapa kali pun justru akan menimbulkan kerugian pada banyak pihak, termasuk pemerintah.
"Itu jebakan pembatasan yang akan membebani dan merugikan kita semua, secara sosial ekonomi," ujar Dicky.
Penanganan pandemi, khususnya Covid-19 saat ini haruslah berfokus pada tindakan preventif, yakni testing, tracing, dan treatmet. Termasuk dengan vaksinasi yang diharapkan dapat memunculkan kekebalan komunitas atau herd immunity.
"Dan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas) itu juga akan sangat menentukan keberhasilan penanganan pandemi," ujar Dicky.