REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Empat mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengolah limbah sarung tangan lateks menjadi bahan bakar diesel. Empat mahasiswa itu yakni Mandrea Nora, Aditya Yuan Pramudyansyah, Rangga Indra Riwansyah, dan Nanda Tasqia Amaranti.
Mereka tergabung dalam Tim Program Kreativitas Mahasiswa- Riset Eksakta (PKM-RE) FMIPA UGM. Ketua tim, Mandrea Nora, mengatakan, inovasi itu berawal saat beberapa anggota tim diskusi mengenai permasalahan limbah medis akibat pandemi Covid-19, salah satunya sarung tangan lateks yang memiliki komposisi kimia utama yaitu Polimer Poliisoprena. Poliisoprena apabila dipirolisi nantinya akan menghasilkan senyawa hidrokarbon berupa Limonena. "Limonena merupakan senyawa hidrokarbon dengan fraksi C10 yang memiliki potensi tinggi untuk diterapkan sebagai bahan bakar diesel," ujar Mandrea, Selasa (24/8).
Sarung tangan lateks merupakan salah satu alat pelindung diri (APD) yang biasa digunakan saat bekerja di laboratorium. Selama pandemi Covid-19, sarung tangan lateks tidak hanya digunakan oleh orang yang bekerja di laboratorium, melainkan juga digunakan para tenaga medis beserta masyarakat umum.
Namun demikian, menurut dia, tanpa disadari keberadaan limbah sarung tangan lateks di saat pandemi mendatangkan dampak yang sangat besar bagi seluruh aspek kehidupan, salah satunya aspek lingkungan. Mandrea menyebut, pengolahan limbah sarung tangan lateks menjadi bahan bakar dilakukan dengan metode pirolisis. Pirolisis sarung tangan lateks dilakukan pada suhu 350 derajat Celsius selama tiga jam sehingga didapatkan minyak hasil pirolisis.
"Selanjutnya minyak hasil pirolisis dilakukan pemurnian melalui proses hydrocracking sehingga didapatkan bahan bakar diesel," kata dia.
Untuk memastikan apakah bahan bakar yang dihasilkan tergolong ke dalam fraksi bahan bakar diesel, tim yang dibimbing Dosen Kimia FMIPA UGM Mokhammad Fajar Pradipta kemudian melakukan identifikasi senyawa dengan metode kromatografi gas-spektroskopi gas serta melakukan uji fisikokimia terhadap bahan bakar yang dihasilkan. "Hasil pengujian kemudian dibandingkan dengan hasil uji pada bahan bakar diesel yang ada di pasaran," kata Mandrea.