REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Budayawan dan Sejarawan Betawi.
Di tengah minusnya berita di suasana week end, di tengah letihnya saya lihat komentar-komentar di WAGroup, ditambah rasa mual-mual lihat berbagai komentar mereka yang gak suka dengan menangnya Taliban di Aghanistan, muncul berita bahwa Menlu Retno Marsudi sudah berkunjung di Kantor Perwakilan Politik Aghanistan di Dhoha, Qatar.
Republika mewartakan Menlu Retno mengharap Taliban pluralistik dalam susun pemetintahan dan elok terhadap perempuan serta tidak kasi ruang gerak pada teroris.
Linear, atau tidak, kedatangan Menlu Retno itu seusai kunjungan Director CIA William ke Kabul.
Dalam paradigma baru politik berfikir black and white yang pasti ketinggalan zaman, seolah rezim yang akan berkuasa di Afghanistan itu a-cultural.
USA dapat saja titip pesan pada Taliban sang calon penguasa. USA telah 23 tahun di sana, ethnografi Pastun telah mereka pahami. Maka banyak pengamat dan komentator Indonesia seerti kecele bule di kolong bale, bak kata orang Betawi. Juga yang terpapar kecele para pekerja politik yang kesal dengan menangnya Taliban. Ada pun aktifis permanen banyak yang kematian obor, bak kata Betawi. Akhire cuma soal PAN ikut kelompok tujuh parpol koalaisi yg di-olah-olah, atau mereka sedang bercapres ria.
Kalau pesan USA yang dibawa Director CIA itu ada, tentu soal eskalasi Laut China Selatan. Intelejen USA 25 Agustus kemarin telah rampungkan tugas, meski ada nota-bene belum maksimal. Tapi Joe Biden sempat berkata seakan mencari celah untuk deal dengan China. Ini protocol. China mau deal atau tidak, USA pasti ajukan resolusi ke MU PBB sebagai alasan legalisme hajar China. Indonesia mesti dikasi tau itu. Vietnam dan Singapura dikasi khobar oleh Wapres USA Kemala Harris.
Nah, kalau soal PAN gabung kelompok tujuh parpol koalasi dan soal capres rasanya mubazir diomongin. Males banget itu. Kayak akrobat saja!