BBWS Didesak Turunkan Elevasi Danau Rawapening
Rep: S Bowo Pribadi/ Red: Bilal Ramadhan
Kondisi lahan pertanian yang tergenang elevasi danau Rawapening, di wilayah Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, tampak dimanfaatkan masyarakat untuk megail ikan, Jumat (13/8). | Foto: Republika/bowo pribadi
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Para petani Rawapening di empat wilayah Kecamatan menuntut Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana menurunkan elevasi air danau Rawapening, di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah dengan membuka pintu air Dam Tuntang.
Permintaan tersebut disampaikan agar para petani bisa bercocok tanam kembali, setelah dua tahun terakhir tidak produktif akibat lahan pertanian mereka tergenang elevasi danau Rawapening.
“Jika elevasi air bisa diturunkan 1 meter, maka para petani di pinggiran Rawapening akan bisa bercocok tanam dan mereka bisa produktif lagi,” unggkap perwakilan Forum Petani rawa Pening Bersatu (FPRPB) Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Rohmat.
Perihal tuntutan ini, jelasnya, telah disampaikan perwakilan FPRPB dari empat kecamatan (Banyubiru, Ambarawa, Bawen serta Tuntang), pada audensi dengan DPRD Kabupaten Semarang dan dihadiri instansi terkait, termasuk juga perwakilan BBWS pemali Juwana, sehari sebelumnya.
Pasalnya, problem yang kini dihadapi oleh petani di pinggiran Danau Rawapening tersebut muncul setelah proyek prioritas nasional revitalisasi danau alam dilaksanakan di kawasan Danau Rawapening.
Dalam audiensi ini, petani juga menyoal terbitnya Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 365/KPTS/M/ 2020 tentang Batas Sempadan Kawasan Rawapening dalam penanganan sedimentasi di danau Rawapening.
“Akibat Kepmen PUPR terebut, batas garis sempadan danau Rawapening yang berjarak 50 meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi dengan elevasi +463,3 meter kubik telah membuat batas sempadan danau berubah,” jelasnya.
Salah satu dampaknya, genangan elevasi danau rawapening akhirnya juga ‘menenggelamkan’ lahan pertanian hak milik warga, lahan garapan warga serta lahan yang kewenangannya ada pada negara.
Namun yang paling menyesakkan, akibat genangan tersebut warga pemilik lahan maupun penggarap, telah kehilangan matapencaharian mereka sebagai petani, dalam dua tahun terakhir,” ujar dia.
Terpisah, Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya Air (OP SDA) BBWS Pemali Juwana, Dina Noviadriana mengungkapkan, danau Rawapening selama ini dipakai untuk mengairi lahan pertanian dengan irigasi teknis seluas 20 ribu hektare.
Tidak hanya lahan pertanian di wilayah Kabupaten Semarang, namun juga di daerah lain seperti sebagian Kabupaten Demak dan Kabupaten Grobogan. Selain itu juga dimanfaatkan bagi penyediaan air baku dengan kapasitas hingga 750 liter per detik serta juga bagi kebutuhan penggerak turbin PLTA berkapasitas 25,5 megawatt (MW).
Atas dasar itu BBWS perlu mengikuti pola operasi, karena terkait dengan ketersediaan air di danau Rawapening. “Saat ini belum musim penghujan, kami sudah mengalami kekurangan air mencapai 40 sentimeter di Rawapening,” kata Dina.