REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menuturkan, peningkatan nilai ekspor serta surplus dagang sepanjang Agustus tidak lepas dari tingginya kontribusi ekspor komoditas mentah. Pasalnya, sejumlah komoditas mentah andalan ekspor tengah mengalami kenaikan harga dan permintaan.
"Sepertinya kontribusi komoditas masih akan terus melanjutkan tren perbaikan karena belum ada isu yang bisa menahan laju kenaikan harga sampai saat ini," kata Yusuf kepada Republika.co.id, Rabu (15/9).
Yusuf mencatat, salah satu komoditas yang memberikan kontribusi penting yakni ekspor minyak sawit. Yusuf mengatakan, harga sawit konsisten mengalami kenaikan harga dan permintaan khususnya dari China dan India.
"Kita tahu India juga sudah menurunkan tarif pajak impor sawit sehingga itu memberikan sentimen posiitf," kata Yusuf.
Di sisi lain, substitusi produk sawit dunia seperti biji bunga matahari relatif tidak bagus lantaran gangguan produksi yang dipicu faktor musiman. Hal itu menjadikan ekspektasi pasar terhadai minyak sawit menjadi faktor pendorong kenaikan harga dan permintaan.
Selain itu, yakni komoditas bijih logam nikel yang terus meningkat permintaannya dari China akibat suplai dalam negeri kurang. Itu mendorong peningkatan bijih nikel dari Indonesia terhadap pasar global.
Yusuf pun menilai, prospek ekspor komoditas mentah hingga akhir tahun kemungkinan besar masih akan positif dan membantu peningkatan ekspor Indonesia. Namun dengan catatan, China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia tidak mengalami pelemahan ekonomi akibat tekanan pandemi. Begitu juga Indonesia yang harus menekan laju penularan di dalam negeri.