Dokter Anak Ingatkan Potensi Gelombang Tiga Covid-19
Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Agus raharjo
Petugas menyuntikkan vaksin COVID-19 kepada seorang anak di Lapangan Thor, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (30/9/2021). Vaksinasi COVID-19 yang diinisiasi Koarmada II dalam rangka percepatan penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional tersebut menyiapkan 30.000 dosis vaksin COVID-19 setiap harinya dan berlangsung selama dua hari. | Foto: ANTARA/Didik Suhartono
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak Soedjatmiko mengingatkan adanya potensi gelombang tiga Covid-19 di Indonesia karena kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM). Ia mengatakan, di negara lain saat ini juga tengah mengalami peningkatan kasus. Meskipun, saat ini kasus Covid-19 di Indonesia sudah melandai.
"Masalah Covid-19 bisa jadi gelombang ketiga yang menyerang murid, guru, dan juga orang tua karena mereka saling kontak," katanya saat mengisi konferensi virtual Istighosah dan Doa Bersama: Strategi Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di Pondok Pesantren dan Sekolah Nahdlatul Ulama, Rabu (29/9) malam.
Ia mencatat, sudah ada dua gelombang puncak kasus semenjak Covid-19 ada di Tanah Air Maret 2020 lalu. Gelombang pertama yakni sekitar awal tahun lalu sekitar Maret April 2020 lalu dan gelombang kedua di tahun ini yaitu selama Juli hingga Agustus 2021. Total yang wafat adalah 141 ribu jiwa.
Saat serangan gelombang pertama, dia melanjutkan, pasien yang masuk rumah sakit (RS) antara 10 ribu hingga 15 ribu orang per hari dan yang meninggal dunia 350 hingga 450 orang per hari di seluruh Indonesia. Kemudian selama gelombang kedua selama Juli-Agustus 2021, yang masuk rumah sakit (RS) antara 40 ribu hingga 55 ribu orang per hari dan yang meninggal dunia 1.500 sampai 2.000 orang per hari.
Pihaknya mencatat mayoritas yang meninggal dunia berusia 30 hingga 60 tahun atau orang dewasa yang produktif dan orang tua yang jadi sumber ekonomi keluarganya. Sehingga, tak jarang pasien Covid-19 yang meninggal dunia adalah orang tua yang anak-anaknya yang jadi yatim atau piatu atau banyak juga yang dua-duanya meninggal dunia menjadi yatim piatu. Tak hanya itu, Soedjatmiko mengkhawatirkan gelombang tiga yang bisa terjadi di Tanah Air karena negara lain per September juga ada yang mengalami gelombang ketiga Covid-19.
Misalnya Australia yang kasusnya sedang tinggi-tingginya sampai sekarang, kemudian di Amerika Serikat setelah kasusnya sempat tinggi akhirnya turun. Bahkan, ia menyebutkan kasus Covid-19 di negara tetangga Malaysia juga masih tinggi, Singapura justru sedang naik sekarang atau gelombang ketiga, hingga Filipina juga baru turun sepekan ini. Kemudian Korea Selatan (Korsel) mulai naik dan sekarang mencapai gelombang ketiga.
"Indonesia baru dua gelombang dan sekarang keadaannya rendah sekali tetapi dimana-mana masih ada. Tetapi kita harus waspada," ujarnya.
Soedjatmiko berharap tidak terjadi gelombang tiga di Indonesia. Kalaupun terjadi gelombang tiga, ia berharap kasusnya jangan tinggi sehingga tidak menyerang murid, guru, dan keluarga. Sebab, dia melanjutkan, penularan Covid-19 terjadi pada satu paket termasuk keluarga, kalau satu terinfeksi kemudian bisa menularkan ke yang lain. Untuk mencegahnya, dia meminta masyarakat menggunakan masker dimanapun dan kapanpun menutupi hidung, mulut, dagu, pipi.
Jadi, masker tidak longgar dan melorot. Sebab, ia menyoroti banyak orang pakai masker melorot dan tidak menutup hidung. Padahal, varian apapun tidak akan bisa masuk kalau ditutupi masker. Ini terbukti di Thailand dan Cina begitu anak dan santri pakai masker dengan benar menutup hidung dan mulut maka terlindung antara 77 hingga 79 dari varian apapun. Bahkan, dia merekomendasikan, kalau bisa pakai masker dobel karena masih tidak menutup kemungkinan bisa tembus kalau hanya satu lapis dan bisa melorot.