Jumat 15 Oct 2021 16:55 WIB

Polda Metro SP3 Kasus Sengketa Tanah di Sepatan, Tangerang

Siti, pemilik lahan dilaporkan Emanuel Beni, masuk pekarangan tapi tak terbukti.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
ub Direktorat Harta dan Benda (Subdit Harda) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.
Foto: Dok Polda Metro Jaya
ub Direktorat Harta dan Benda (Subdit Harda) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Sub Direktorat Harta dan Benda (Subdit Harda) Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) terkait kasus sengketa tanah di kawasan Sepatan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, karena tidak menemukan cukup bukti.

"Bahwa benar kita telah SP3, karena berdasarkan hasil penyidikan yang kita lakukan tidak cukup bukti untuk menaikkan ke tahap selanjutnya. Demi kepastian hukum, kita lakukan SP3 terhadap penanganan kasus tersebut," kata Kepala Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Petrus Parningotan Silalahi dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (15/10).

Di kesempatan terpisah, Siti Umaroh (38 tahun) tak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur dan berterima kasih kepada polisi yang mengeluarkan SP3 terhadap laporan dengan nomor LP/1002/II/2019/PMJ/Ditreskrimum, tentang dugaan tindak pidana memasuki pekarangan orang lain tanpa izin yg dilaporkan oleh Emanuel Bani.

"Alhamdulillah, kami bersyukur, saya dan keluarga besar telah mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Saya terima surat SP3 hari ini," ucap Siti ketika mengetahui bahwa penyidik Subdit Harda Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menghentikan laporan klaim kepemilikan tanah dan bangunan milik mereka.

Siti menerangkan peristiwa klaim kepemilikan rumah dan tanah mereka di kawasan Sepatan, Kabupaten Tangerang bermula ketika mereka dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh Emanuel Bani, yang mengklaim telah membeli rumah dan tanah yang dihuni keluarga Siti pada 2018.

Sejak itu, Siti dan keluarganya baru menyadari bahwa sertifikat tanah mereka telah berpindah tangan, tanpa sepengetahuan ahli waris. Padahal, sambung dia, ahli waris merasa tidak pernah melakukan transaksi atas tanah dari rumah tersebut.

"Sebenarnya pada 2015, kami sudah melaporkan kehilangan sertifikat ke Polsek Tigaraksa. Kami juga sudah memuat iklan kehilangan di media lokal Tangerang. Tapi karena tidak ada biaya kami tidak melanjutkan perkara ini. Uang habis untuk biaya pengobatan orang tua," ujar Siti.

Siti mengungkapkan, rumah dan sebidang tanah tersebut merupakan satu-satunya peninggalan ayahnya yang wafat pada 2010. Tanah itu merupakan warisan ayahnya yang ditempati sejak sekitar 1990. Dengan kembalinya rumah dan tanah tersebut, Siti merasa polisi telah bekerja secara profesional dalam menangani perkara sengketa tanah itu.

Sehingga aset peninggalan almarhum ayahnya tetap menjadi milik keluarganya. "Kami berterima kasih, dilayani dengan baik. Tidak ada intimidasi meskipun kami sebagai terlapor," ucap Siti.

Setelah diterbitkannya SP3 oleh penyidik Polda Metro Jaya, langkah hukum selanjutnya diserahkan kepada kuasa hukum ahli waris. Kisruh kepemilikan sertifikat tanah dan bangunan seluas 2.580 meter persegi (M2) tersebut bermula ketika Emanuel melaporkan Siti dan empat anggota keluarganya ke Polda Metro Jaya.

Laporan yang dibuat atas dugaan tindak pidana memasuki pekarangan orang lain tanpa izin, sebagaimana tertera dalam Pasal 167 KUHP. Namun berdasarkan hasil penyidikan, diketahui pemilik sah lahan dan bangunan tersebut adalah orang tua Siti sehingga penyidikan kasus dihentikan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement