Kamis 28 Oct 2021 03:55 WIB

Covid-19 Picu Kehilangan Memori-Brain Fog

Studi terbaru mengungkap kehilangan memori jadi efek samping jangka panjang Covid-19.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Penyintas Covid-19 dapat mengalami kehilangan memori dan kabut otak.
Foto: Pixabay
Penyintas Covid-19 dapat mengalami kehilangan memori dan kabut otak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi terbaru menunjukkan bahwa kehilangan memori dan brain fog (kabut otak) bisa jadi merupakan efek samping jangka panjang Covid-19. Kesimpulan itu didapat para peneliti dari Mt. Sinai Health System, Amerika Serikat (AS) setelah melakukan analisis data terhadap 740 peserta.

Beberapa peserta telah tertular virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) dan sebagian sudah menerima vaksin Covid-19. Usia rata-rata pasien yang tidak memiliki riwayat demensia adalah 49. Sebanyak 63 persen di antaranya adalah perempuan.

Baca Juga

Rata-rata waktu dari diagnosis Covid-19 adalah hampir delapan bulan dan mayoritas dari mereka yang diteliti adalah orang kulit putih. Untuk mengukur prevalensi gangguan kognitif pasca infeksi dan hubungannya dengan tingkat keparahan penyakit, tim menganalisis data pasien dari April 2020 hingga Mei 2021.

Pasien rawat jalan, unit gawat darurat, ataupun rawat inap melaporkan karakteristik demografis masing-masing. Fungsi kognitif diuji menggunakan ukuran neuropsikologis yang divalidasi dengan baik, termasuk menghitung maju dan mundur, tes bahasa, dan tes pembelajaran verbal.

Peneliti menunjukkan kepada pasien serangkaian kata dalam kategori berbeda sekaligus menguji berapa banyak yang bisa mereka ingat.

Selanjutnya, para peneliti menghitung frekuensi gangguan pada setiap ukuran. Mereka menggunakan regresi logistik untuk menilai hubungan antara gangguan kognitif dan tempat perawatan selama mengalami Covid-19, disesuaikan dengan ras, etnis, hingga kebiasaan merokok, indeks massa tubuh, komorbiditas, dan depresi.

Secara keseluruhan, ditemukan bahwa defisit kognitif yang paling menonjol adalah pada pengkodean memori dan ingatan, yang masing-masing muncul pada 24 persen dan 23 persen dari peserta. Selain itu, pasien rawat inap lebih cenderung memiliki gangguan perhatian, fungsi eksekutif, kefasihan bicara, pengkodean memori, dan daya ingat dibandingkan dengan kelompok yang melakukan rawat jalan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement