REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengklaim momentum pemulihan ekonomi Indonesia masih tetap terjaga meski sempat tertahan lonjakan kasus Covid-19 akibat varian delta. Penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan Level 4 di permulaan kuartal III 2021, dinilai berdampak pada perlambatan konsumsi masyarakat serta tertahannya aktivitas investasi sektor swasta.
Walau demikian, perekonomian Indonesia pada kuartal III 2021 masih tetap tumbuh positif sebesar 3,51 persen year on year (yoy). Pertumbuhan ini masih relatif tinggi, di tengah pembatasan mobilitas dan aktivitas (PPKM) akibat lonjakan kasus positif Covid-19 pada Juli sampai Agustus 2021. Terjaganya momentum pemulihan tersebut turut ditopang oleh pertumbuhan positif, khususnya ekspor.
Dari sisi Lapangan Usaha, kontributor utama seperti Industri Pengolahan, Pertanian, Perdagangan, dan Konstruksi juga mencatatkan pertumbuhan positif. Walaupun aktivitas ekonomi pada kuartal 2021 tersebut masih terbatas akibat pemberlakuan PPKM, namun perekonomian masih tumbuh positif hampir di semua wilayah kecuali Bali dan Nusa Tenggara yang bergantung pada sektor pariwisata.
Wilayah Bali dan Nusa Tenggara kembali mengalami kontraksi akibat adanya pembatasan mobilitas masyarakat, termasuk dengan belum masuknya penerbangan destinasi wisata dari negara-negara asal wisatawan. Dalam jangka pendek, pandemi Covid-19 dan variannya masih menjadi tantangan utama bagi perekonomian global.
Sementara, isu perubahan iklim juga menjadi tantangan bagi ekonomi global dalam jangka panjang. Hanya saja, berbagai lembaga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2021 dan 2022 mulai pulih, dengan adanya kondisi kasus harian Covid-19 global yang mulai melandai, aktivitas manufaktur global terus tumbuh ekspansif, harga komoditas meningkat seiring geliat permintaan global, dan outlook ekonomi yang diperkirakan masih solid ke depan.
Pertumbuhan ekonomi global juga masih dibayangi oleh risiko ketidakpastian. Risiko ini diantaranya bersumber dari adanya perkembangan Covid-19 dan variannya, ketidakpastian geopolitik, tapering off yang dilakukan oleh The Fed, krisis energi, serta isu perubahan iklim.
“Indikator sektor eksternal Indonesia menunjukkan kondisi yang relatif baik dan terkendali, tercermin dari defisit Transaksi Berjalan yang rendah, Cadangan Devisa yang terus meningkat, Neraca Perdagangan masih terus surplus, Ekspor Impor yang terus naik signifikan. Lalu Nilai Tukar Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjaga, yield obligasi Pemerintah yang melandai, dan Rasio Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia terhadap PDB masih dalam level aman,” ungkap Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso melalui siaran pers, Kamis (18/11).
Memasuki kuartal IV 2021, kata dia, berbagai leading indicator telah menunjukkan perbaikan. Seiring perkembangan kasus positif Covid-19 yang terus membaik, mobilitas masyarakat mulai dibuka dan membuat berbagai sektor, terutama sektor perdagangan, kembali tumbuh tinggi.
Pertumbuhan tabungan kelas menengah juga sudah mulai turun, dimana hal ini mengindikasikan konsumi masyarakat yang akan naik. Dengan adanya potensi ekspor untuk terus naik dan PMI yang mencapai level lebih tinggi, diharapkan dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan prospek yang positif tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan berada di atas level 5 persen pada kuartal 4 2021 dan mencapai target pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan ke depannya. “Selain optimisme dari berbagai capaian indikator ekonomi dan pengendalian Covid-19, kita perlu memanfaatkan Presidensi G20 Indonesia di tahun 2022, untuk menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam percaturan global terkait ekonomi, politik, dan isu-isu strategis lainnya serta sekaligus untuk menarik investasi ke Indonesia,” jelas Susiwijono.