REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia mengecam Inggris karena menudingnya hendak membangun “rezim boneka” di Ukraina. Moskow mendesak Inggris menghentikan provokasi.
“Disinformasi yang disebarkan Kantor Luar Negeri Inggris adalah bukti lain bahwa negara-negara NATO, yang dipimpin oleh Anglo-Saxon, yang meningkatkan ketegangan di sekitar Ukraina,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia dalam sebuah pernyataan pada Ahad (23/1), dilaporkan kantor berita Rusia, TASS.
Rusia meminta Inggris berhenti menyebarkan omong kosong. “Kami menyerukan Kantor Luar Negeri Inggris menghentikan kegiatan provokatif,” kata Kemenlu Rusia.
Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Inggris Dominic Raab mengungkapkan, Rusia bakal menghadapi sanksi ekonomi keras jika menempatkan “rezim boneka” di Ukraina. “Akan ada konsekuensi yang sangat serius jika Rusia mengambil langkah ini untuk mencoba dan menyerang, tapi juga memasang rezim boneka (di Ukraina),” ujar Raab kepada Sky News, Ahad.
Pada Sabtu (22/1/2022) lalu, Inggris mengatakan, mereka memiliki informasi bahwa Rusia ingin menempatkan “pemimpin pro Rusia” di Ukraina. Moskow disebut mempertimbangkan apakah hendak menyerang atau menduduki Ukraina. Mantan anggota parlemen Ukraina, Yevhen Murayev, dikabarkan menjadi kandidat potensial pilihan Moskow.
Sebelumnya Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov mengatakan, negaranya tidak memiliki niatan untuk menginvasi Ukraina. Moskow tak akan melakukan aksi semacam itu walaupun pembicaraan tentang jaminan keamanan dengan Amerika Serikat (AS) dan NATO gagal.
“Saya percaya tidak ada risiko perang skala besar mulai terjadi di Eropa atau di tempat lain. Kami tidak ingin dan tidak akan mengambil tindakan apa pun yang bersifat agresif. Kami tidak akan menyerang, menginvasi, atau apa pun terhadap Ukraina,” kata Ryabkov saat berbicara pada pertemuan Valdai Discussion Club di Moskow, Rabu (19/1/2022).
Menurutnya, situasi keamanan di Eropa menjadi kritis karena kesalahan AS dan NATO. Mereka, ujar Ryabkov, menggunakan Ukraina sebagai pengungkit tekanan terhadap Rusia. Dia mengungkapkan, Rusia telah menawarkan Barat jalan keluar yang realistis dari ketegangan saat ini. "Kami lebih suka menemukan saling pengertian dan mencapai kesepakatan pertama-tama dengan Amerika. Melibatkan terlalu banyak negara dalam proses ini tampaknya kontraproduktif bagi kami," kata Ryabkov.