Minyak Goreng di Pasar Legi Masih Dijual Rp 15 Ribu
Rep: Binti Sholikah/ Red: Fernan Rahadi
Ilustrasi minyak goreng curah. | Foto: Republika
REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Sejumlah pedagang di Pasar Legi, Solo, Jawa Tengah, masih menjual minyak goreng kemasan dengan harga di atas ketetapan pemerintah sebesar Rp 14 ribu per liter. Sebab, sebagian pedagang enggan membeli minyak goreng subsidi lantaran antrean yang panjang dan tidak selalu kebagian.
Salah satu pedagang di Pasar Legi, Reni (47), mengatakan kedatangan minyak goreng subsidi di Pasar Legi mulai dari Sabtu (29/1) hingga Rabu (2/2). Dia mengaku hanya satu kali ikut mengantre. Sebab, antrean pedagang untuk membeli minyak goreng subsidi cukup panjang. Pedagang harus mengantre hingga lima jam untuk mendapatkan minyak goreng subsidi. Dia juga terpaksa menutup lapaknya untuk mengantre minyak goreng. Setiap pedagang dibatasi maksimal membeli lima karton minyak goreng.
"Makanya saya menjualnya masih sekitar Rp 15 ribu sampai Rp 15.500 per liter. Hari ini tidak ada antrean, makanya tidak ada minyak goreng. Ini stok yang kemarin," kata Reni saat ditemui Republika di Pasar Legi, Kamis (3/2/2022).
Meski dijual di atas harga subsidi, tetapi Reni menyatakan masih banyak pembeli yang mencari minyak goreng. Sebab, pembeli menyadari keberadaan minyak goreng subsidi sangat sulit. Sehingga, pembeli lebih memilih harga sedikit lebih mahal tetapi barangnya ada.
"Sebelum harga naik itu ada salesnya, kita minta berapa karton ukuran berapa dikasih. Sekarang enggak bisa. Salesnya sekarang enggak pernah datang," ungkap pedagang asal Solo tersebut.
Reni berharap, harga minyak goreng di pasaran bisa kembali stabil. Selain itu, distribusi minyak goreng diharapkan bisa lancar sehingga pembeli mudah mendapatkan minyak goreng.
"Kami mau naikin harga ya repot. Kalau harga disamakan pemerintah ya rugi. Harapan pedagang ya barangnya ada dan harga stabil," ucap Reni.
Pedagang lainnya, Parti (47), mengaku menjual minyak goreng seharga Rp 15 ribu per liter. Sedangkan ukuran setengah liter dijual Rp 7.500. Namun, jika ada yang membeli satu karton ukuran setengah liter, maka dijual sebesar Rp 85 ribu.
"Masih banyak yang cari, tapi pada minta harga subsidi. Saya cuma ikut ngantre dua kali karena antrenya seharian dan kadang tidak dapat barangnya. Jadi saya jual yang nonsubsidi," ungkap Parti.
Sebelum fenomena kenaikan harga minyak goreng, Parti bisa menjual dua karton minyak goreng dalam sehari. Bahkan, dalam sebulan bisa menjual 100 karton. Namun, kini dia kesulitan mendapatkan minyak goreng.
"Harapannya minta harga normal lagi dan minyaknya ada. Daripada subsidi tapi tidak bisa jual minyak goreng," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Solo, Heru Sunardi, menyatakan untuk menyamakan harga minyak goreng di pasar tradisional dan ritel modern tidak mudah. Sebab, pedagang tidak mau merugi jika mengikuti harga sesuai ketetapan pemerintah sebesar Rp 14 ribu.
"Dinas hanya bisa mengimbau. Pedagang kan juga tidak mau rugi. Harga kulakan mahal kok disuruh jual murah. Nanti kalau protes apa Pemkot mau ganti rugi, kami malah repot," jelas Heru Sunardi akhir pekan lalu.
Heru menjelaskan, minyak goreng yang dijual Rp 14 ribu di toko modern lantaran mereka tergabung dalam Asosiasi Pedagang Ritel Indonesia (Aprindo). Pengambilan minyak dari produsen satu pintu melalui Aprindo.