REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan akan menaikkan porsi domestic market obligation (DMO) minyak sawit (CPO) yang semula 20 persen menjadi 30 persen dari total volume ekspor CPO. Kebijakan itu untuk menjamin tersedianya kebutuhan bahan baku produksi minyak goreng yang khusus digunakan rumah tangga maupun usaha mikro dan kecil.
Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, mengatakan, kebijakan itu akan mulai diterapkan Kamis (10/3/2022) dan akan diatur melalui peraturan Kemendag.
"DMO adalah kebijakan jangka panjang menjadi kewajiban bagi para eksportir CPO, RBD Olein, dan UCO. Kita akan naikkan volume dari 20 persen menjadi 30 persen besok pagi," katanya dalam konferensi pers, Rabu (9/3/2022).
Ia menjelaskan, alasan Kemendag menambah DMO minyak sawit karena proses distribusi minyak goreng saat ini belum maksimal. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan bahan baku minyak sawit untuk kebutuhan produksi minyak goreng harus tercukupi seperti situasi normal.
Lebih lanjut, Lutfi mengatakan, demi memastikan industri minyak goreng dalam negeri bisa berjalan baik, maka bahan baku harus dikumpulkan lebih banyak.
Setidaknya, Kemendag akan melakukan evaluasi dalam enam bulan ke depan. Lutfi mengatakan, jika nantinya pasokan minyak goreng memang masih terganggu, bukan tidak mungkin volume DMO akan ditambah.
"Jadi kalau kita masih liat ada kekeringan minyak goreng di pasar kita akan tinjau malah mungkin saya tambah dan akan ditegakkan penerapannya untuk memastikan minyak goreng terjangkau bagi masyarakat luas," kata dia.
Sebagaimana diketahui, Kemendag sebelumnya melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 telah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) demi mengamankan pasokan minyak sawit (CPO) untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri sekaligus dengan harga murah.
DMO dipatok sebesar 20 persen dari volume ekspor CPO setiap perusahaan eksportir. Sementara, DPO sebesar Rp 9.300 per kg untuk CPO dan Rp 10.300 per kg untuk olein. Harga itu setara 655 dolar AS per ton atau lebih rendah dari harga rata-rata internasional yang sudah lebih dari Rp 1.300 dolar AS per ton.
Adapun di sisi hilir, ditetapkan kebijakan HET minyak goreng sebesar Rp 11.500 per liter untuk curah, Rp 13.500 per liter untuk kemasan sederhana serta Rp 14 ribu per liter kemasan premium. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022.