Sabtu 12 Mar 2022 19:15 WIB

Jawa Barat Pasang 'Alarm' Waspada Stunting

Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Jabar yang berstatus “biru” stunting.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
Warga menerima olahan makanan bergizi dari Motor Gizi Makanan Sarat Gizi (Mozi Masagi) di Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Program Mozi Masagi untuk ibu dan bayi dalam rangka Aksi Peduli Dampak Corona (APDC) tersebut guna menekan angka stunting di Kabupaten Garut yang menempati peringkat tiga di Indonesia.
Foto: Antara/Candra Yanuarsyah
Warga menerima olahan makanan bergizi dari Motor Gizi Makanan Sarat Gizi (Mozi Masagi) di Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Program Mozi Masagi untuk ibu dan bayi dalam rangka Aksi Peduli Dampak Corona (APDC) tersebut guna menekan angka stunting di Kabupaten Garut yang menempati peringkat tiga di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Provinsi Jawa Barat layak memasang “alarm” kewaspadaan untuk persoalan stunting. Jawa Barat merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di Tanah Air di tahun 2022 ini. 

Berdasarkan data studi status gizi Indonesia (SSGI) 2021 daerah perkotaan di Jawa Barat ternyata juga memiliki angka stunting yang tinggi. Kota Cirebon “ditabalkan” sebagai daerah “merah” karena memiliki prevalensi stunting di atas kisaran 30 persen.

Malah Garut yang mempunya angka prevalensi 35,2 persen menduduki peringkat pertama di Jawa Barat yang memiliki prevalensi stunting tertinggi. Bersama Kota Cirebon, Cianjur, dan Kabupaten Bandung, Garut masuk dalam status merah. 

14 kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diurut dari yang memiliki prevalensi tertinggi terendah mencakup Bandung Barat, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Bogor, Kabupaten Cirebon, Kota Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kota Banjar, Majalengka, Pangandaran, Sumedang, Kabupaten Bekasi, Purwakarta serta Karawang. Bahkan, Bandung Barat dengan prevalensi 29,6 persen nyaris berkategori merah.

Sementara masih ada 9 daerah yang berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen, dirangking berdasar angka prevalensi tertinggi hingga terendah meliputi Kota Cimahi, Kota Sukabumi, Kuningan, Subang, Kota Bogor, Ciamis, Indramayu, Kota Bekasi serta Kota Depok. Kota Cimahi yang berprevalensi 19,9 persen dan Kota Sukabumi yang berprevalensi 19,1 persen malah “nyaris” mendekati status merah

Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Jawa Barat yang berstatus “biru” yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen. Hanya Kota Depok yang memiliki angka prevalensi terendah dengan 12,3 persen.

Persoalan stunting merupakan masalah serius mengingat sekitar 2 hingga 3 persen dari Pendapatan Domestik Bruto atau PDB “hilang” pertahunnya akibat stunting. Dalam hitung-hitungan Wakil Presiden Ma’ruf Amin beberapa waktu lalu, dengan jumlah PDB Indonesia di tahun 2020 sekitar Rp 15 ribu triliun maka potensi kerugian akibat stunting akan mencapai Rp 450 triliun. Sebuah kerugian yang sangat “fantastis”

“Keberadaan 37.184 Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat, jika dioptimalkan akan menjadi kekuatan besar dalam upaya percepatan penurunan stunting. Jika disetarakan dengan jumlah sumber daya manusia, keberadaan TPK tersebut sama dengan 111. 552 orang,” ungkap Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo, dalam keterangannya, Sabtu (12/3).

Menurut Hasto yang juga Ketua Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional, TPK yang terdiri dari unsur bidan atau tenaga kesehatan lainnya, kader tim penggerak PKK, kader keluarga berencana atau kader pembangunan lainnya tugasnya sangat strategis dalam upaya penurunan dan pencegahan stunting. 

Tugas TPK selain meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitas pelayanan rujukan dan fasilitas penerimaan program bantuan sosial juga bisa mendeteksi dini faktor resiko stunting baik secara spesifik dan sensitif.  Tentu saja, TPK harus berfokus kepada sasaran pendampingan keluarga yang mencakup calon pengantin, ibu hamil, pasca persalinan dan anak-anak usia balita.

“Yang tidak kalah pentingnya adalah mengubah mindset para calon pengantin untuk memprioritaskan pre konsepsi ketimbang pre wedding. Pemeriksaan lingkar lengan, lingkar badan, tinggi serta barat badan dari calon mempelai sebagai prasyarat untuk pernikahan sangat penting untuk mencegah kehamilan yang berpotensi stunting,” tutur Hasto.

Bupati Garut Rudy Gunawan yang daerahnya memiliki prevalensi stunting tertinggi di Jawa Barat mengaku, terpacu untuk menyelaraskan program-program penurunan stunting di daerahnya dengan arahan BKKBN. Dia berjanji, akan berkomitmen penuh bersama seluruh jajaran Pemerintahan Kabupaten Garut untuk melakukan sinergi dan konvergensi bagi penurunan stunting. 

"Partisipasi pemuka agama, tokoh masyarakat, budayawan, mahasiswa dan pelajar menjadi penting karena merekalah yang berperan penting di masyarakat untuk mencermati stunting yang ada di wilayahnya masing-masing-masing. Saya siap begadang dan kerja keras untuk percepatan penurunan stunting karena stunting adalah persoalan kita bersama,”ungkap Rudy Gunawan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement