Selasa 15 Mar 2022 02:05 WIB

Warga Rusun Marunda Minta Pemerintah Hentikan Pencemaran Abu Batubara

Warga Rusun Marunda meminta kepada pemerintah agar hentikan pencemaran abu batubara.

Kawasan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Marunda, Jakarta Utara. Warga Rusun Marunda meminta agar pemerintah menghentikan pencemaran abu batubara
Foto: Republika/Prayogi
Kawasan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Marunda, Jakarta Utara. Warga Rusun Marunda meminta agar pemerintah menghentikan pencemaran abu batubara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Rusun Sederhana Sewa (Rusunawa) Marunda, Jakarta Utara, melakukan unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta meminta pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI menghentikan pencemaran abu barubara yang melanda kawasan permukiman tersebut.

"Kami ada di sini untuk memperjuangkannya," kata salah satu orator dari Forum Masyarakat Rusunawa Marunda (FMRM) dan sekitarnya saat melakukan unjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta, Senin (14/3/2022).

Baca Juga

Dalam unjuk rasa itu, mereka mengajukan tiga tuntutan, yakni tanggung jawab lingkungan, kesehatan dan sosial. Kemudian, meminta evaluasi, copot dan memberikan sanksi kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Marunda yang diduga lalai dan terjadi pembiaran terkait pencemaran itu.

Selanjutnya, evaluasi konsensi PT Karya Citra Nusantara (KCN) terkait dugaan pencemaran tersebut. "Jangan demi menjaga investasi dengan melindungi korporasi tapi memakan korban bangsa sendiri," demikian keterangan tertulis forum warga tersebut.

Namun, aksi unjuk rasa warga tersebut di Balaikota tidak berlangsung lama. Mereka kemudian melanjutkan aksinya ke Kementerian Perhubungan.

Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Marunda Kapten Isa Amsyari mengatakan, udara tercemar di kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, bukan berasal dari pelabuhan setempat.

"Aksi mereka kemarin memang mengeluhkan adanya limbah dan polusi batubara itu. Dan laporan dari warga bahwa yang paling potensi terbesar itu adalah dari cerobong asap pembakaran batubara yang tentu tidak berada dalam pelabuhan," kata Isa di Jakarta Utara, Rabu (2/3).

Menurut Isa, pabrik pengolahan atau pembakaran batubara tidak mungkin berada di dalam pelabuhan. Hal itu, kata dia, karena pelabuhan dilarang menjadi tempat industri, hanya boleh menjadi tempat aktivitas bongkar/muat barang dan/atau penumpang serta tempat menaruh barang sementara sebelum pengapalan atau sebelum dibawa truk angkut menuju pabrik pengolahan yang letaknya di luar pelabuhan.

"Tidak ada pabrik (di pelabuhan), yang ada lapangan (tempat bongkar-muat). Ini yang mengidentifikasi atau mengetahui itu adalah warga di sekitar pelabuhan yang memang memperhatikan. Pabrik itu adanya di luar pelabuhan," kata Isa.

Kendati demikian, Isa berjanji untuk tetap menindaklanjuti hasil pertemuan dengan warga tersebut. Isa mengatakan, pihaknya telah bersurat kepada Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT Karya Citra Nusantara (KCN) selaku pengelola kawasan untuk memintakan pembaruan dokumen perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka per 2022 mulai dari legalitas pendirian, sampai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) usahanya.

Kalau ada perusahaan yang tidak bisa memenuhi dokumen itu, lanjut dia, maka pihaknya akan memberikan sanksi kepada perusahaan tersebut dengan menunda izin operasi mereka di pelabuhan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement