Polisi Awasi Distribusi Minyak Goreng Hingga Level Agen di DIY
Red: Muhammad Fakhruddin
Polisi Awasi Distribusi Minyak Goreng Hingga Level Agen di DIY (ilustrasi). | Foto: Antara/Oky Lukmansyah
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta memastikan mengawasi penyaluran minyak goreng dari Kementerian Perdagangan RI mulai dari distributor hingga level agen di provinsi ini.
"Kami akan melakukan pengawasan di tingkat distributor sampai agen," kata Kepala Bidang Humas Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto melalui keterangan resminya di Yogyakarta, Selasa (15/3/2022).
Untuk melakukan pengawasan, menurut Yuliyanto, Polda DIY telah mendapatkan data distribusi minyak goreng dari Kementerian Perdagangan RI untuk wilayah DIY. Ia menyebutkan pada periode 5 hingga 12 Maret 2022, distribusi minyak goreng kemasan di DIY mencakup Kota Yogyakarta mencapai 355.246 liter, Kabupaten Sleman sebanyak 530.565 liter, Bantul 300.699 liter, Kulon Progo 24.000 liter, dan Gunung Kidul 45.388 liter.Data tersebut akan selalu diperbarui oleh jajaran Satgas Pangan DIY.
"Polda DIY siap melaksanakan perintah Kapolri untuk mengamankan ketersediaan minyak goreng," kata dia.
Ia mengatakan bahwa potensi pelanggaran distribusi minyak goreng yang memungkinkan menjadi tindak pidana adalah praktik penimbunan serta pengalihan tujuan minyak goreng. Pengalihan tujuan itu, kataYuliyanto, bisa dalam bentuk mengalihkan wilayah distribusi atau mengalihkan peruntukan minyak goreng.
Misalnya, minyak goreng yang seharusnya distribusi untuk konsumsi masyarakat, malah dialihkan untuk industri. Yuliyanto memastikan para pelaku usaha yang terbukti melakukan penimbunan minyak goreng dapat terkenaancaman kurungan dan denda.
Hal itu tertuang dalam Pasal 107 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Pasal 107 tersebut menyebutkan bahwa pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50 miliar.
Sementara itu, bagi pelaku usaha yang mengalihkan tujuan distribusi, baik tujuan wilayah distribusi maupun tujuan peruntukan, kata dia, dapat dikenai pidana sesuai dengan Pasal 108 UU Nomor 7 tahun 2014. "Pelaku usaha yang melakukan manipulasi data dan/atau informasi mengenai persediaan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 miliar," sebut Yuliyanto.