Senin 21 Mar 2022 16:38 WIB

Para Menlu Uni Eropa Pertimbangkan Sanksi Baru untuk Rusia

Salah satu sanksi yang dibicarakan menlu Uni Eropa adalah embargo minyak Rusia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Seorang pria memancing di Teluk Finlandia, tak jauh dari menara bisnis Lakhta Centre, markas besar perusahaan gas Rusia, Gazprom, di St Petersburg, Rusia, pada 13 Januari 2022. Menteri Luar Negeri dan Pertahanan negara anggota Uni Eropa menggelar rapat membahas mengenai sanksi baru pada Moskow terutama embargo minyak.
Foto: AP Photo/Dmitri Lovetsky
Seorang pria memancing di Teluk Finlandia, tak jauh dari menara bisnis Lakhta Centre, markas besar perusahaan gas Rusia, Gazprom, di St Petersburg, Rusia, pada 13 Januari 2022. Menteri Luar Negeri dan Pertahanan negara anggota Uni Eropa menggelar rapat membahas mengenai sanksi baru pada Moskow terutama embargo minyak.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Menteri Luar Negeri dan Pertahanan negara anggota Uni Eropa menggelar rapat, Senin (21/3/2022). Mereka membahas mengenai sanksi baru pada Moskow terutama embargo minyak.

Uni Eropa dan negara-negara Barat lainnya sudah berusaha mendorong Rusia menarik pasukannya dari Ukraina dengan menerapkan berbagai sanksi ke Moskow. Termasuk membekukan aset-aset bank sentral Rusia.

Baca Juga

Krisis kemanusiaan di Kota Mariupol yang dikepung pasukan Rusia semakin buruk. Warga kota tidak memiliki makanan, air bersih dan listrik. Hal ini mendorong Uni Eropa untuk menerapkan sanksi yang lebih keras pada Moskow.

"Tidak terhindarkan kami mulai membicarakan tentang sektor energi dan jelas kami dapat membicarakan minyak karena itu pendapatan terbesar anggaran Rusia," kata Menteri Luar Negeri Lithuania Gabrielius Landsbergis sebelum rapat.

Ia mengatakan kredibilitas Barat berada satu jalur. "Kami tidak boleh lelah menerapkan sanksi, kami tidak boleh lelah memberikan bantuan dan membantu Ukraina," katanya.

Pada Kamis (17/3/2022) Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden tiba di Brussels untuk rapat dengan 30 negara anggota Pakta Pertahanan Atlatik Utara (NATO), Uni Eropa dan negara-negara kaya yang tergabung di Group of Seven (G7) termasuk Jepang. Rapat itu untuk merancang sikap yang lebih tegas pada Moskow.

Sejauh ini Kremlin tidak mengubah langkahnya di Ukraina setelah Uni Eropa menerapkan sanksi sebanyak empat kali selama tiga pekan terakhir. Termasuk pada 685 warga Rusia dan Belarusia dan sektor perdagangan dan keuangan Rusia.

Sanksi yang kelima tampaknya semakin banyak nama yang dimasukan ke daftar sanksi Uni Eropa. Tapi pilihan tersulitnya mengenai minyak Rusia yang telah dilakukan AS an Inggris. Sebab 27 negara anggota Uni Eropa tergantung dengan gas energi Rusia.  

Para diplomat mengatakan serangan senjata kimia Rusia di Ukraina dan pengeboman besar-besaran di Ibukota Kyiv dapat mendorong embargo energi. Moskow sendiri sudah memperingatkan sanksi Uni Eropa pada minyak mereka dapat menutup pipa gas ke Eropa.

Sampai saat ini 40 persen kebutuhan gas Eropa dipenuhi Rusia. Jerman perekonomian terbesar yang paling tergantung pada gas Rusia. Hal ini dapat memecah Uni Eropa mengenai isu energi.

Prancis yang kedapatan giliran sebagai presiden Uni Eropa dapat mengambil keputusan krusial. Presiden Emmanuel Macron mengatakan bila situasi di Ukraina kian memburuk maka seharusnya tidak boleh lagi ada "tabu" dalam sanksi.

Para Menteri Pertahanan Uni Eropa juga akan membahas "kompas strategis" untuk beradaptasi pada realita geopolitik yang baru. Kompas strategis semacam doktrin militer Uni Eropa.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement