Selasa 22 Mar 2022 19:39 WIB

Pernikahan Anak di Jatim Masih Tinggi

Perencanaan dan persiapan pasangan menjelang pernikahan mutlak diperlukan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ilham Tirta
Ilustrasi Pernikahan Dini (ilustrasi).
Foto: Pixabay
Ilustrasi Pernikahan Dini (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengaku terus berupaya menekan angka pernikahan dini yang angkanya masih sangat tinggi. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Jatim, angka dispensasi nikah (Diska) mengalami peningkatan signifikan.

Pada 2019, dispensasi nikah di Jawa Timur tercatat 5.766 kasus. Kemudian pada 2020 meningkat signifikan menjadi 17.214 kasus. Meskipun pada 2021 angka Diska mengalami penurunan, namun tidak signifikan. Angka Diska di Jatim pada 2021 tercatat 17.151 kasus.

Baca Juga

"Strategi preventif harus terus dilakukan untuk menekan laju pernikahan dini ini. Di antaranya dengan memberi edukasi tentang usia ideal minimum pernikahan," ujar Khofifah, Selasa (22/3/2022).

Khofifah menyebut, literasi masyarakat mengenai pernikahan juga harus ditingkatkan melalui pemanfaatan teknologi informasi digital. Dengan kencangnya arus informasi yang ada, masyarakat dapat lebih mudah memperoleh pengetahuan ikhwal pernikahan.

Apalagi, kata Khofifah, perencanaan dan persiapan jelang pernikahan mutlak diperlukan. Termasuk dari sisi psikologis pasangan dan pertimbangan finansial. Dengan begitu, setelah menikah tidak lantas menjadi permasalahan baru.

Khofifah berpendapat, penyebab tingginya angka dispensasi nikah antara lain karena tradisi dan budaya, faktor internal, emosional, pendidikan, media massa, dan internet. Maka dari itu, kata dia, literasi digital menjadi sangat penting untuk mencegah pernikahan anak usia dini.

"Kalau yang diambil adalah dari perspektif literasi digital, maka intervensinya langsung ke anak-anaknya, tetapi untuk faktor budaya intervensinya adalah kepada orang tuanya," ujarnya.

Khofifah mengingatkan, pernikahan dini hanya akan menambah permasalahan baru. Mulai dari potensi terjadinya kematian ibu dan bayi, prevalensi stunting, KDRT, hingga melanggengkan kemiskinan.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement