Indra Sjafrie Ingatkan Lima Pilar untuk Tingkatkan Prestasi Sepak Bola Indonesia
Rep: My33/ Red: Fernan Rahadi
Pelatih Timnas U-23 Indra Sjafrie di Jakarta, Rabu (6/11). | Foto: Republika/Afrizal Rosikhul Ilmi
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sepak bola nasional selama ini telah menjadi ikon pemersatu bangsa. Meskipun demikian, di tengah kompetisi yang ketat, minimnya prestasi Timnas Indonesia menjadi sebuah persoalan yang perlu ditindaklanjuti.
"Peringkat Timnas Indonesia dalam ranking FIFA saat ini berada pada peringkat 160 dunia. Prestasi timnas cemerlang pada usia muda, namun semakin memudar pada usia dewasa. Tentunya hal inilah yang masih menjadi persoalan," ujar Ketua Umum KONI DIY, Djoko Pekik Irianto, dalam acara seminar nasional bertajuk "Peningkatan Prestasi Tim Sepakbola Nasional Indonesia Dalam Rangka Menghadapi Event Internasional Tingkat Asia" dalam rangka memperingat Hari Ulang Tahun (HUT) ke-10 RSPAU dr S Hardjolukito, Kamis (21/4/2022).
Djoko menyebutkan, perkara sepak bola di Indonesia tidak hanya sekadar faktor teknis, namun juga faktor nonteknis seperti mental. Selain itu, minimnya infrastruktur, kurangnya pelatihan sejak dini, hingga adanya match fixing membuat pesepakbolaan di Indonesia sulit untuk berkembang.
Sepakbola di Indonesia memiliki Inpres Nomor 3 tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Pesepakbolaan Nasional sehingga menjadikan sepak bola satu-satunya cabang olahraga yang memiliki instruksi presiden. Hal ini menjadi piranti yang cukup kuat yang dapat meningkatkan prestasi di kancah nasional dan internasional.
Direktur Teknik PSSI, Indra Sjafri memaparkan ada lima pilar pengembangan sepak bola yakni infrastruktur, kurikulum, kepelatihan, pengembangan pemain, dan kompetisi. Menurutnya, sekarang ini infrastruktur yang diperlukan tidak hanya stadion, namun juga tempat berlatih untuk anak-anak. Lalu, kedua, setelah infrastruktur terpenuhi barulah memberlakukan suatu kurikulum.
"Sekarang kita sudah punya kurikulum Filanesia yang nanti tahun ini Insya Allah kita akan upgrade kurikulum tersebut dengan mengajak para pakar dari perguruan tinggi, untuk benar-benar melahirkan kurikulum ini serta dapat diakui dan diterima oleh semua orang," ujar eks pelatih Timnas U-19 tersebut.
Kemudian, yang ketiga yakni kepelatihan. Indonesia sampai saat ini, kata dia, hanya memiliki pelatih sebanyak 7.000 orang dan memiliki lisensi A Pro hanya berkisar 21 orang. Untuk itu, dia mengusulkan kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk menggratiskan pelatihan Lisensi C dan D agar penyebaran pelatih di Indonesia merata.
"Kalau dibandingkan dengan Jepang, pelatih Jepang yang bersertifikasi itu ada 68 ribu orang dan dia sudah punya pelatih yang berisi A Pro lebih dari 800 orang ini perbandingan yang jauh. Alangkah pentingnya memang ke depan program kita untuk memperbanyak para pelatih dan meningkatkan kualitas pelatih,” jelasnya.
Keempat adalah pengembangan pemain. Indonesia tidak lagi menggunakan cara konvensional dalam menangani dan mengembangkan pemain sepakbola di Indonesia, tetapi harus berbasis data dan melibatkan sport science agar dapat melakukan analisis sekaligus evaluasi dalam pelatihan. Untuk yang terakhir ialah kompetisi yang berjenjang untuk usia muda. PSSI sendiri sudah mempersiapkan kompetisi untuk usia U- 13 hingga U-18.
"Sebenarnya hal itu sudah menjawab kebutuhan Timnas Indonesia. PSSI melaksanakan kompetisi di usia muda karena di umur tersebut pengembangan pemain dapat dilaksanakan secara maksimal. Jadi kompetisi yang disiapkan oleh PSSI adalah kompetisi yang ada korelasinya kebutuhan tim nasional," kata pria asal Padang itu.