REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbedaan merupakan keniscayaan yang harus dijadikan perekat persatuan, bukan sebaliknya. Direktur Eksekutif Komite Kajian Jakarta (KKJ) Syaifuddin mengatakan perbedaan jangan dijadikan awal masalah.
"Sebaliknya kita harus menjadikan perbedaan itu perekat persatuan," ujar Syaifuddin di Jakarta. "Di bulan Ramadan ini kita berkumpul dalam acara buka puasa untuk meningkatkan silaturahmi".
Ketua PCNU Jakarta Pusat ini mengatakan Indonesia merupakan negara yang kaya karena keberagaman. Indonesia besar karena keberagaman suku, agama, dan rasnya. Semua itu tidak akan berhasil jika tanpa adanya saling menerima perbedaan tersebut. "Itu sunnatullah atau ketentuan Allah yang harus kita terima,” katanya menegaskan.
Menurut Gus Syaifuddin, kehadiran para tokoh dengan senyum, saling sapa dan berbincang intens adalah cikal bakal kerukunan dan kelanggengan hubungan antarumat beragama di Tanah Air, khususnya di DKI Jakarta. “Inilah realisasi sikap toleransi yang selalu kita gaungkan kepada masyarakat. Jangan sampai toleransi hanya terucap saja tanpa ada aksi di lapangan,” ujarnya.
Tokoh Hindu, Pandita I Gde Suparta, mengatakan hadirnya NU di Jakarta membuat suasana semakin sejuk dan damai. “Saya hidup di Jakarta sudah 50 tahun. Saat datang pertama, saya sendirian di tempat tinggal saya yang Hindu. Namun saya mendapat jaminan keamanan dari seorang Kiai NU dan tokoh Ansor. Mereka jaga dan lindungi kami,” ungkapnya.
Terkait rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur, Syaifuddin mengajak tokoh agama dan masyarakat untuk bisa memikirkan dan memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR/DPRD. Setelah tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara, Jakarta akan menjadi kota seperti apa.
"Apakah dibiarkan seperti provinsi lain atau kita akan menjadikan wilayah khusus dan menjadi pusat ekonomi dan perdagangan. Karena Jakarta selama ini telah banyak memberikan kontribusi besar buat negara,” katanya.
Menurut Syaifuddin, Jakarta sebaiknya tetap melanjutkan perannya selama ini sebagai pusat ekonomi dan perdagangan. Tentu perlu dipikirkan pula tatanan kota yang mampu menjawab tantangan ekonomi global dan kawasan seperti ASEAN.
Jakarta mengajak wilayah penyangga (Bodetabek) untuk duduk bersama sehingga akan meningkatkan sentra ekonomi baru dan mampu menyejahterakan masyarkat. "Dan beragam persoalan yang selama ini sulit diatasi seperti masalah banjir dan kemacetan bisa ada solusinya,” ujarnya.