Penjabat Kepala Daerah Harus Diimbangi Legitimasi Rakyat
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Penjabat Kepala Daerah Harus Diimbangi Legitimasi Rakyat (ilustrasi). | Foto: Mufti Nurhadi/Republika
REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Pada Mei tahun ini ada beberapa kepala-kepala daerah seperti gubernur, bupati dan walikota akan habis masa jabatannya. Termasuk, Walikota Yogyakarta dan Bupati Kulonprogo, yang bahkan akan habis satu pekan lagi.
Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie mengatakan, ada beberapa permasalahan terkait pengisian penjabat kepala daerah. Hal ini dikarenakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak nasional 2024.
Pertama, belum ada aturan teknis dan operasional yang tegas dan memuat kepastian hukum yang bisa menafsirkan UU 10/2016. Padahal, Mei sudah ada beberapa gubernur, bupati dan walikota yang sedang proses penghentian karena masa jabatan habis.
Kedua, karena penjabat kepala daerah ini durasi waktunya cukup lama, bahkan lebih dari 2,5 tahun menunggu pilkada serentak 2024, sehingga ada persoalan legitimasi dan kewenangan. Legitimasinya tidak kuat karena tidak dipilih langsung rakyat.
"Sehingga, perlu diatur apakah kewenangannya sama dengan kepala daerah hasil pilkada," kata Gugun, Rabu (11/5).
Ia berpendapat, akan ada potensi abuse of power ketika penjabat kepala daerah diberikan kewenangan sama kuat kepala daerah hasil pilkada. Tapi, jika 2,5 tahun kewenangan dibatasi, khawatir pelayanan publik dan pembangunan tidak optimal.
Tapi, catatan pentingnya, lanjut Gugun, untuk menutup celah abuse of power penjabat daerah harus dibatasi. Misalnya, mereka tidak dibolehkan melakukan mutasi-mutasi pegawai, dilarang membatalkan perizinan kepala daerah terdulu.
Dapat pula dilarang untuk menerbitkan perizinan baru yang bertentangan dengan pejabat terdulu atau kebijakan strategis lain soal pemekaran daerah. Yang mana, Gugun menekankan, semuanya bisa bertabrakan dengan kebijakan-kebijakan terdulu.
Jangan ada titipan yang bersifat politis dalam pengisian penjabat kepala daerah.
Rakyat di daerah harus berperan aktif mengawal pengisian penjabat kepala daerah. Pusat harus mendengar aspirasi lokal, siapa yang akan ditunjuk di kabupaten mana.
"Jadi, penunjukan bukan hanya pertimbangan administratif formil, tapi ada legitimasi suara rakyat lokal," ujar Gugun.