Selasa 31 May 2022 13:45 WIB

Anak Usia Tujuh Tahun Jadi Imam Orang Dewasa, Bolehkah?

Bolehkah anak usia tujuh tahun jadi imam orang dewasa saat sholat?

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Agung Sasongko
Membiasakan anak sholat berjamaah di Masjid (Ilustrasi)
Foto: Republika
Membiasakan anak sholat berjamaah di Masjid (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketika seorang ibu hanya bersama dengan anak laki-lakinya yang berusia tujuh tahun melaksanakan sholat, apakah boleh anak tersebut menjadi imam shalat untuk ibunya. 

Melansir laman aboutislam.net, Imam Masjid Downtown Toronto di Kanada, Wael Shehab menjelaskan, seorang anak laki-laki yang telah pandai melaksanakan shplat, bisa memimpin orang lain dalam salat berjamaah.

Baca Juga

Hal ini karena Nabi Muhammad (saw) mengatakan, "Orang yang berhak mengimami manusia ialah orang yang paling tahu (qari) tentang kitabullah. Jika bacaan mereka sama, maka siapa yang paling tahu tentang sunah. Jika pengetahuan mereka terhadap sunah sama saja, maka siapa di antara mereka yang paling dulu hijrah. Jika hijrah mereka sama, maka siapa di antara mereka yang paling tua usianya." (HR Muslim)

Juga, Amr ibn Salamah al-Jarami berkata, “Ayahku mendengar Nabi Muhammad berkata, “ Jika waktu sholat tiba, biarkan salah satu di antara kamu yang paling mengetahui Quran memimpinmu dalam shalat.” 

Mereka melihat dan mereka tidak menemukan orang yang lebih tahu Al qur'an daripada saya, jadi mereka membuat saya memimpin mereka saat shalat, dan saya adalah anak laki-laki enam atau tujuh tahun. ( Al-Bukhari )

Mengingat hal di atas, jika seorang anak laki-laki telah mencapai usia bijaj dan tahu bagaimana untuk melakukan shalat, maka ia harus mampu menjadi imam dalam shalat.n 

https://aboutislam.net/counseling/ask-the-scholar/prayer/can-a-child-lead-his-mother-in-prayer/

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement