Pasca-OTT, Sultan HB X Minta ASN tak Langgar Pakta Integritas
Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. | Foto: Wihdan Hidayat/Republika
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengingatkan agar aparatur sipil negara (ASN) tidak korupsi. Hal ini disampaikan menyusul ditangkapnya eks Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti bersama ASN di lingkungan Pemkot Yogyakarta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sultan menegaskan agar ASN tidak melanggar pakta integritas yang sudah ditangani saat akan menjabat. Ia juga meminta agar ASN tidak menyalahgunakan wewenang yang sudah diberikan.
"Jangan langgar pakta integritas, jangan menyalahgunakan, jangan tidak konsisten, itu saja. Kalau memang antikorupsi ya antikorupsi, bukan malah melakukan," kata Sultan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Senin (6/6).
Haryadi terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 3 Juni lalu, tidak lama setelah purna tugas sebagai wali kota. Selain Haryadi, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Yogyakarta, Nurwidhihartana dan Sekretaris Pribadi sekaligus ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono sebagai tersangka penerima suap penerbitan IMB apartemen Royal Kedhaton yang berada di kawasan Malioboro.
Terkait dengan ikut ditangkapnya ASN ini, Sultan berharap ditunjuk pelaksana harian (Plh) atau pelaksana tugas (Plt). Hal ini dengan tujuan supaya pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan dengan baik.
"Kan sudah ditahan (ASN), berarti Plt, ada Plt supaya perizinan tetap jalan, tapi itu kan wewenangnya Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta, Pak Sumadi untuk mengganti (menunjuk Plt) itu," ujar Sultan.
Tantangan Pj Wali Kota Yogyakarta, Sumadi yang baru menjabat lebih dari dua pekan juga dinilai semakin berat. Meskipun begitu, kata Sultan, hal tersebut sudah menjadi konsekuensi sebagai pejabat pemerintahan.
"Ya tidak memperkirakan (adanya) hal-hal (korupsi) seperti itu, itu konsekuensi saja tugas yang harus dilakukan, ya dilakukan dengan baik saja, tidak usah macam-macam," jelasnya.
Sementara itu, terkait dengan pengkajian penerbitan IMB yang bermasalah, Sultan menyebut merupakan kewenangan Pemkot Yogyakarta untuk mengkaji ulang. "Saya belum tahu persis prosesnya seperti apa, itu kan wewenangnya yang ada di (Pemkot) Kota, saya kan tidak tahu proses itu," kata Sultan menambahkan.
Meskipun begitu, Sultan menyayangkan transaksi suap dilakukan di rumah dinas wali kota. Padahal, Haryadi sendiri sudah purnatugas sejak 22 Mei lalu.
"Masalahnya beliau sudah pensiun, kenapa pertemuan ada di rumah dinas balai kota yang sebetulnya dia kan sudah tidak berada di situ. Tapi ini kan hanya teknis, yang penting persoalannya itu, ya berarti KPK kan konsisten," jelas Sultan.
Sebelumnya, Sumadi mengatakan, pihaknya akan mencermati perizinan yang bermasalah yang dikeluarkan oleh pejabat lama, termasuk penerbitan IMB apartemen Royal Kedhaton.
"Prinsipnya gini, kami sebagai Pj ada kewenangan untuk melakukan pencermatan terhadap izin-izin yang dikeluarkan pejabat yang lama," kata Sumadi.
Pencermatan terhadap perizinan yang dilakukan yakni yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pihaknya akan melakukan perubahan dengan meminta persetujuan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Izin itu kami cernati, kalau ada hal-hal yang mungkin tidak sesuai dengan ketentuan perundangannya kami minta izin kepada Mendagri untuk dilakukan perubahan sesuai aturannya. Kalau Mendagri mengizinkan, nanti kami sesuaikan," ujar Sumadi.
Selain itu, pihaknya juga akan menunjuk pelaksana harian (Plh) untuk menggantikan ASN yang ditangkap KPK. "Pada prinsipnya pelayanan kepada masyarakat kita tidak boleh terganggu," ujarnya.