REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengunjungi salah satu RW di Desa Mekarjaya, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung yang mayoritas warganya beternak sapi, Rabu (8/6/2022). Kunjungan dilakukan karena berdasarkan laporan ada sekitar 400 ekor sapi peliharaan yang menjadi suspek penyakit mulut dan kuku (PMK).
“Pak Gubernur berdialog dengan para peternak dan warga, beliau minta warga bersabar setelah Covid-19 sekarang ada PMK. Di kesempatan tersebut Pak Gubernur juga menyampaikan bantuan obat-obatan dan APD serta disinfektan,” ujar Kepala DKPP Jabar Moh Arifin Soedjayana.
Menurut Arifin, kunjungan ke lokasi peternakan yang terkena PMK tersebut dilakukan dengan menggunakan protokol kesehatan. Dari 400 sapi yang suspek PMK, hanya ada dua ekor anak sapi atau pedet yang mati.
“Sekarang rata-rata menuju kesembuhan, tadi juga dalam kunjungan Pak Gubernur ada dokter hewan dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung memastikan selain diberikan obat-obatan bantuan dari provinsi dan kabupaten, warga juga memakai herbal seperti lemon dan kunyit jadi kesembuhannya cepat,” paparnya.
Sebelumnya, menurut Moh Arifin Soedjayana, eartek atau penanda di kuping menjadi salah satu ciri tanda hewan kurban sehat. Selain itu, ada juga penanda yang berbentuk kalung mengingat setiap kabupaten/kota melakukan pengadaan penanda hewan kurban sehat berbeda-beda.
Namun selain urusan penanda, Arifin juga menekankan faktor atau syarat utama hewan kurban sehat adalah adanya surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). “Itu yang paling inti, karena kalau ciri atau penanda ada, tapi surat tidak ada. itu bisa jadi masalah. Di luar SKKH penciri tambahan itu supaya lebih menenangkan konsumen, tandanya bisa di kuping atau kalung,” katanya.
Terkait hewan kurban cacat, Arifin memastikan MUI dalam fatwanya memberikan dua kategori. Yakni hewan bergejala ringan dan gejala berat yang masing-masing ada gejala klinisnya. Untuk gejala ringan yakni panas atau hidung mengeluarkan ingus, sementara untuk yang gejala berat paling pokok adalah hewan pincang atau tidak bisa jalan.
“Jadi yang berat itu masalahnya di kaki, itu tidak bisa digunakan kurban karena bisa disebut cacat.” katanya.
Arifin memastikan pemeriksaan kesehatan hewan kurban dimulai berjenjang dari kabupaten/kota atau provinsi pengirim, kemudian ketika hewan kurban tiba maka kabupeten/kota dan provinsi akan memantau perkembangan di tempat penjualan. “Kabupaten/kota akan tetap melakukan monitoring, provinsi akan menurunkan dokter hewan,” katanya.