Kamis 09 Jun 2022 14:40 WIB

Peternak Budidaya Madu Masigama Terus Perluas Pasar Penjualan

Madu Masigama sendiri merupakan kependekan dari Madu Asli Wanagama.

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Hiru Muhammad
Peternak budidaya madu hutan dengan produk yang dihasilkan yakni
Foto: istimewa
Peternak budidaya madu hutan dengan produk yang dihasilkan yakni

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Peternak budidaya madu hutan dengan produk yang dihasilkan yakni 'Madu Masigama' yang berlokasi di Kabupaten Gunungkidul, DIY, terus memperluas pasar penjualannya. Peternak budidaya Madu Masigama sendiri merupakan salah satu kelompok binaan yang menerima Program Grand Making Dompet Dhuafa.

Madu Masigama sendiri merupakan kependekan dari Madu Asli Wanagama. Nama Madu Masigama diambil dikarenakan madu yang dihasilkan diambil dari Hutan Wanagama, Gunungkidul.

Baca Juga

Ada 42 peternak madu yang merupakan warga Kecamatan Playen, Gunungkidul yang dibina dengan dibentuknya komunitas Omah Madu. Melalui komunitas peternak budidaya madu ini juga didirikan koperasi bernama Sumber Rejeki.

Ketua Koperasi Sumber Rejeki, Budi mengatakan, pasar Madu Masigama paling banyak masih di daerah Gunungkidul. Namun, kelompoknya terus memperluas jangkauan pemasaran produk ini hingga ke luar Gunungkidul, bahkan hingga keluar DIY. 

"Waktu itu pernah ragu, apakah madu seharga Rp 600 ribu bisa laku, ternyata malah banyak peminatnya. Dari segi kualitas, Madu Masigama memang banyak diakui oleh para penikmat madu," kata Budi dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (8/6/2022).

Awalnya, Dompet Dhuafa sendiri memberikan bantuan sebanyak 150 kotak koloni lebah kepada peternak Omah Madu di 2019 lalu. Hampir satu tahun berlangsung, panen pertama mendapatkan 32 liter madu.

Per liternya dihargai Rp 600 ribu dan dari panen pertama tersebut peternak bisa menghasilkan sekitar Rp 19,2 juta. Bahkan, saat ini omset yang didapatkan peternak Omah Madu sudah jauh melebihi nilai bantuan yang diberikan pada 2019 lalu."Saya menghargai Dompet Dhuafa lebih dari saya menghargai harga madu-madu ini," ujarnya.

Budi menuturkan, jumlah produksi madu tiap kali panen memang tidak menentu dan tergantung musim. Produksi madu yang paling banyak yakni pada saat musim semi dikarenakan bunga-bunga dan daun tumbuh lebat di musim semi.

Meskipun begitu, hingga saat ini masih ada kendala yang dihadapi peternak madu. Salah satunya terkait dengan koloni lebah yang meninggalkan sarang atau kotak yang sudah disediakan.

Budi menyebut, ada beberapa lebah yang meninggalkan sarang namun belum sempat menghasilkan madu. Komunitasnya juga kesulitan mendatangkan koloni lebah untuk menghasilkan madu di kotak yang sudah disediakan."Yang kami sedih itu kalau ada kotak yang belum banyak dipanen, tapi lebah-lebahnya sudah pergi. Ya bagaimana lagi, ternak madu itu tidak seperti ternak hewan-hewan lain. Kalau tidak nyaman sedikit ya pergi," jelas Budi.

Namun, hal ini tidak membuat Budi dan komunitasnya untuk berdiam diri. Omah Madu juga terus memperkuat komunitasnya dan memperluas pemberdayaan.

Hal ini dilakukan dengan bergabung bersama komunitas-komunitas peternak madu lainnya. Baik itu komunitas yang berskala lokal maupun berskala nasional."Saya tergabung dalam beberapa komunitas madu di Gunungkidul dan juga di luar Gunungkidul," tambahnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement