HPU Dukung Deklarasi UGM Sebagai Kampus Bebas Kekerasan Seksual
Rep: c01/ Red: Fernan Rahadi
Kampus UGM Yogyakarta. | Foto: Yusuf Assidiq
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN – Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai Health Promoting University (HPU) atau universitas berbasis promosi kesehatan memberikan dukungan terhadap deklarasi kampus bebas kekerasan seksual. Kesehatan yang dimaksud mencakup kesehatan fisik, mental, dan sosial sebagaimana yang telah didefinisikan oleh Badan Kesehatan Dunia.
Terdapat delapan gerakan kampus sehat, yaitu literasi kesehatan, pola makan sehat, aktivitas fisik, kesehatan mental, zero tolerance penyalahgunaan NAPZA, alkohol, dan rokok, zero tolerance kekerasan, perundungan, dan pelecehan, lingkungan hidup aman, sehat, dan ramah difabel, serta kesehatan reproduksi.
Ketua Tim HPU, Yayi Suryo Prabandari mengatakan untuk menindaklanjuti gerakan zero tolerance terhadap kekerasan diterbitkan Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual oleh Masyarakat Universitas Gadjah Mada.
“Di dalam peraturan rektor ini, didefiniskan mengenai kekerasan seksual yang meliputi tindakan fisik atau non fisik. Jadi, tidak hanya pada fisik saja termasuk yang terjadi di sosial media,” kata Yayi dalam acara jumpa pers deklarasi UGM kampus bebas kekerasan seksual pada Kamis (6/9/2022).
Yayi juga menambahkan ia tidak ingin alumni dan civitas academica UGM melakukan kekerasan termasuk di sosial media. Sesuai peraturan rektor tersebut, UGM melakukan deklarasi sebagai kampus bebas kekerasan seksual.
Peraturan ini tidak terbatas hanya pada mahasiswa tetapi juga berlaku bagi dosen dan karyawan. Bentuk pencegahan yang dilakukan adalah dengan memberikan materi tentang anti kekerasan seksual dalam masyarakat kampus, seperti yang telah tertulis dalam pasal 4.
“Kadang-kadang ini kan kekerasan seksual ada relasi kuasa dan sebagainya. Makanya, tadi memang tidak hanya pada mahasiswa tetapi juga pada dosen, dan juga tenaga pendidikan. Jadi, masyarakat UGM secara keseluruhan perlu ditingkatkan literasinya supaya bisa membuat relasi di UGM ini nyaman, tidak toxic,” ujar Yayi.
Pemberian materi tersebut diharapakan dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual. Nantinya, UGM akan menyediakan bahan-bahan untuk materi edukasi tentang kekerasan seksual di dalam website sehingga dapat dipelajari dan diakses dengan mudah.
Sejauh ini, dalam menangani kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kampus, UGM telah memiliki Unit Layanan Terpadu (ULT). Setelah adanya laporan, kemudian akan dibentuk Tim Etik yang terdiri dari berbagai elemen, salah satunya adalah ahli kekerasan seksual dan gender, ahli hukum, dan apabila diperlukan akan dilakukan pendampingan oleh psikolog atau psikiater bagi pelapor dan terlapor.
Direktur Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Irfan Dwidya Prijambada mengatakan komitmen UGM dalam memerangi kekerasan seksual tidak terbatas hanya di dalam kampus. Apabila masyarakat di luar kampus UGM mengalami pelecehan dari pihak yang diketahui berasal dari UGM maka dapat dilaporkan.
“Bahkan ketika misalnya tidak ada bukti. Tidak ada foto atau tidak ada apa. Kita memiliki psikolog forensik yang bisa mengorek apa yang sebenarnya terjadi. UGM sudah menyiapkan itu, tetapi kita juga perlu menjelaskan kepada khalayak khususnya kepada mahasiswa kami. Seperti, menyuiti bahkan pandangan yang tidak mengenakan juga termasuk kekerasan dan ini kan perlu dijelaskan,”
Literasi mengenai pemahaman isu kekerasan seksual yang diberikan kepada mahasiswa diharapakan dapat disebarkan kepada masyarakat luas. Salah satunya adalah melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) periode dua yang akan dilaksanakan pada 25 Juni sampai 13 Agustus 2022.