Importir sampah skala internasional menjadi buah bibir saat ini. Sampah-sampa ini berasal diantaranya ialah Amerika serikat, Italia, Inggris, Korea Selatan Australia, Singapura dan Kanada sebanyak 410 ton di tahun 2018. Sampah-sampah luar negeri ini sama sekali dilakukan tindak lanjut serta bermukim di beberapa wilayah nusantara yakni di Mojokerto, Jawa Timur dan Batam, Kepulauan Riau.
Mengingat sampah plastik yang sangat sulit untuk terurai, maka hal ini akan menyebabkan masalah yang serius diantaranya kondisi lingkungan yang tercemar Bahan Berbahaya dan Beracun kemudian penyebaran virus dan penyakit yang akan menjangkiti para penduduk sekitar.
Padahal persoalan sampah plastik ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta adanya peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2009 tentang ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya Dan Beracun.
Kepentingan industri yang syarat dengan untung rugi inilah yang menjadi salah satu faktor yang membuat pasokan sampah produksi membumbung tinggi sehingga daya tampungnya kian sempit. Penyeludupan sampah ke berbagai negara-negara berkembang menjadi solusi.
Padahal selama 1988 hingga 2016, China menyerap sekitar 45,1 persen sampah plastik dunia sebagai bentuk Perdagangan Sampah Internasional. Hal ini semakin menguat karena berpacu pada lingkaran sistem kapital, sistem buatan manusia yang tidak akan bisa mengatur kebutuhan hajat manusia secara sempurna.
Mengatur kebebasan tapi cacat dalam mengatur kehidupan, akibatnya berdampak untuk mengatasi masalah yang remeh sekalipun. Walhasil masalah sampah ini tidak dapat dibiarkan. Harus ada solusi jangka panjang guna dampak lingkungan secara sempurna. Penerapan satu-satunya itu ialah sistem berbasis kuasa Pencipta yang dengannya seluruh aturan akan diselaraskan dengan kehendak Rabb semata.
Pengirim: Istiqomah Isti, pegiat literasi