Psikolog Anak: Penanaman Nilai Toleransi Butuh Kolaborasi Banyak Pihak
Red: Fernan Rahadi
Toleransi (ilustrasi) | Foto: Republika/Prayogi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog anak dan keluarga, Maharani Ardi Putri, mengungkapkan penanaman nilai toleransi harus harus dilakukan secara sistematis. Penanamannya pun harus melibatkan semua pihak baik orang tua, guru maupun pemerintah, dan kementerian atau lembaga.
"Jadi sebenarnya nilai toleransi dan sebagainya itu harus ditanamkan dari kecil, secara sistematis. Tidak hanya dalam bentuk mata pelajaran saja, tapi kita harus ajari dari segi behavior-nya dan perasaannya. Jadi pembelajaran kita tentang nasionalisme, tentang toleransi, kerukunan harus disusun secara sistematis berjenjang dari TK sampai kuliah," ujar Maharani Ardi Putri, di Jakarta, Ahad (25/7/2022).
Ia melanjutkan, pendekatan sistematis diperlukan agar menghasilkan keberlanjutan. Tidak bisa hanya orang tua, namun juga sekolah. Sehingga menurutnya, akan lebih efektif jika penanaman nilai tersebut dilakukan secara kolaboratif oleh semua pihak.
"Sehingga yang paling baik adalah semua pihak berkolaborasi, sehingga akhirnya anak-anak sepanjang waktu mereka berinteraksi dengan dunia sosial, mereka sudah terbiasa mendapat nilai (toleransi, kerukunan, dsb) seperti itu,” kata wanita yang akrab disapa Putri Langka ini.
Wanita yang berprofesi sebagai dosen di Fakultas Psikologi Universitas Pancasila ini menilai, bahwasanya semangat fanatisme paling efektif jika dibangun sedari dini mulai masa kanak-kanak, agar nilai-nilai dan ajaran yang ditanamkan akan terus terbawa oleh anak hingga ia dewasa.
"Memang paling efektif dibangun dari kecil, karena segala sesuatu yang stay dengan kita dari kecil akan terus terbawa sama kita dan akan sangat mudah menanamkan nilai ke anak kecil karena mereka belum tau yang lain-lain, apalagi kalau misalnya lingkungan sosialnya ditutup, jadi kan mereka tidak bisa belajar dari yang lain," jelas Putri.
Sehingga, seluruh pihak menurutnya harus sadar bahwa kita semua harus berkompetisi dengan kondisi atau fakta tersebut. Bahkan, ia juga menilai bahwa orang tua juga harus mendapatkan sosialisasi tentang penanaman nilai-nilai toleransi, kerukunan dan keberagaman serta program yang menyadarkan kembali orang tua agar dapat kembali ke akarnya, Indonesia.
"Orang tua punya peranan besar untuk mengajarkan hal itu dari kecil. Hanya saja tidak semua orang tua punya pemahaman dan pengetahuan yang sama tentang itu, bahkan kadang yang dewasa juga sudah terpapar lebih dahulu. Jadi sebetulnya mungkin orang tua juga perlu mendapatkan sosialisasi," ujar wanita yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Humas dan Ventura Universitas Pancasila ini.