Limbah Domestik Ancam Danau Rawapening
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Sebagian lahan pertanian produktif di wilayah Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa yang kini tergenang air Rawapening dan tidak dapat ditanami, Selasa (10/5). | Foto: Republika/Bowo Pribadi
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Kualitas air danau Rawapening di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah tergolong cukup rendah. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya limbah domestik dari berbagai sungai yang masuk (bermuara) di danau alam ini.
Direktur Utama (Dirut) PT Jasa Tirta I, Raymond Valiant Ruritan mengungkapkan, tingginya limbah domestik ini berasal dari kegiatan rumah tangga dan intensifikasi perekonomian yang masif di sekitar danau Rawapening.
"Limbah domestik itu berasal dari berbagai kegiatan rumah tangga maupun intensifikasi perekonomian yang ada di sekeliling danau Rawapening," katanya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, akhir pekan kemarin.
Menurut Raymond, PT Jasa Tirta I selama ini cukup intens melakukan monitoring terhadap kualitas air danau Rawapening di 14 titik secara periodik dan kesimpulannya, kualitas air danau ini tergolong rendah.
Kalau mau membenahi kualitas air danau Rawapening, limbah domestik yang masuk melalui sejumlah sungai yang bermuara ke danau ini harus dikendalikan secara konsisten. Masyarakat di sekeliling danau Rawapening harus memiliki upaya mandiri atau bisa juga dibantu oleh pemerintah, agar mengolah limbah domestik yang dihasilkan dengan baik.
Seperti diketahui, limbah domestik yang dimaksud banyak dihasilkan dari limbah rumah tangga, industri, area wisata, limbah dari resort bahkan juga dari pemakaian pupuk nonorganik yang cukup berlebihan dan sebagainya.
Artinya limbah domestik yang dihasilkan tidak dibuang begitu saja ke badan sungai yang mengalir dan bermuara di danau Rawapening, namun harus harus dikelola dengan benar terlebih dahulu dan tidak dibuang begitu saja.
Sebab yang dikhawatirkan cepat atau lambat Danau Rawapening akan mengalami eutrofikasi atau keadaan air danau alam tersebut banyak mengandung zat hara (nutrien, nitrogen fosfat, dan berbagai sisa deterjen).
Jika danau Rawapening mengalami eutrofikasi maka akan dapat menyebabkan ikan yang ada di dalamnya mati. Makanya jamak ditemukan kasus ikan- ikan mendadak mati dalam jumlah yang banyak di danau/di waduk.
Tak hanya itu, risiko yang paling parah adalah 'kematian' siklus ekosistemnya. Kalau itu yang terjadi maka bukan tidak mungkin danau Rawapening akan menjadi danau 'mati'. "Sehingga butuh kearifan dan sikap bersama untuk menjaga kelestarian Rawapening," katanya.
Di lain pihak, Raymond juga menyampaikan, saat ini, danau Rawapening memiliki karakter danau alam yang airnya sulit diperbaharui. Pasalnya, sumber airnya terbatas dari cekungan Ambarawa.
Danau Rawapening itu penting, karena sisa tampungan dari danau ini sangat bergantung pada luasan rawa yang masih ada. Kalau elevasi dari rawa diturunkan, tampungan yang ada semakin lama semakin sedikit.
Padahal kondisi rawa mengalami sedimentasi, yang cukup tinggi. Elevasi Rawapening penting untuk dipertahankan, karena merupakan sumber air yang mengalir ke sungai Tuntang yang airnya dimanfaatkan oleh berbagai sektor.
Aliran Sungai Tuntang yang memanfaatkan banyak, selain PLTA Timo dan PLTA Jelok, juga ada irigasi Glapan yang merupakan irigasi tertua yang ada di Kabupaten Semarang dan dibangun pada jaman Belanda tahun 1870-an.
"Jadi irigasi ini memang menjadi sumber pengairan lahan subur sejak jaman dahulu, tidak hanya di Kabupaten Semarang namun juga daerah lain di sekitarnya," kata Raymond.