REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Muharram merupakan bulan yang mulia. Akan tetapi ada yang menganggap bulan Muharram sial, benarkah demikian?
Dikutip dari buki Misteri Bulan ‘Asyuro Antara Mitos dan Fakta karya Abu Abdillah Syahrul Fatwa, yang dilarang oleh syariat di bulan ini adalah melakukan peperangan kecuali apabila umat Islam diperangi. Termasuk diharamkan pula perbuatan-perbuatan menzalimi diri sendiri. 'Perbuatan maksiat di bulan ini dilipatgandakandosanya'. Apalagi jika maksiat tersebut bernuansa syirik dan khurafat, seperti keyakinan bahwa bulan ini adalah bulan sial.
Meyakini adanya hari atau bulan sial merupakan bentuk celaan terhadap waktu yang Allah ciptakan, dan itu beresiko mencela Allah yang menciptakannya. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian mencela dahr (waktu) karena Allah itu adalah dahr”. (HR. Muslim)
Maksudnya bahwa Allah ﷻ adalah pencipta waktu, sebagaimana terdapat dalam riwayat lain yang menjadi penafsir hadits di atas. Dan mencela ciptaan Allah beresiko mencela penciptanya. Rasulullah ﷺ bersabda,
“Allah ﷻ berfirman, “Anak Adam telah menyakitiKu; ia mencela dahr (waktu), padahal Aku adalah (pencipta) dahr. Di tangan-Ku segala perkara, Aku memutar malam dan siang”. (HR Bukhari dan Muslim)
Hari, bulan dan tahun yang Allah ciptakan semuanya baik, tidak ada yang sial atau naas. Sesungguhnya kesialan, kecelakaan adalah bagian dari takdir Allah, yang tidak diketahui hamba-Nya kecuali setelah terjadi. Allah bisa menimpakan kesialan atau kenaasan kepada siapapun, di manapun dan kapanpun, bila Allah menghendakinya.
Dan hamba harus rela menerima takdir tersebut. Perlu diketahui pula bahwa mengkambinghitamkan waktu sebagai penyebab kesialan suatu usaha, sejatinya merupakan mitos masyarakat Arab jahiliyah. Mereka sering berkumpul di berbagai kesempatan untuk berbincang-bincang tentang berbagai hal dan terkadang dalam perbincangan mereka terlontar ucapan-ucapan yang mempersalahkan waktu sebagai penyebab kesialan usaha mereka, atau manakala mereka ditimpa berbagai musibah lainnya.
Di samping itu, keyakinan adanya hari atau bulan sial merupakan bentuk thiyarah atau tasya’um (menganggap sial sesuatu) yang dilarang oleh Nabi ﷺ, karena ia merupakan kesyirikan yang biasa dilakukan oleh kaum jahiliyah sebelum Islam. Nabi ﷺ bersabda,
“Thiyarah adalah kesyirikan” (beliau mengulanginya tiga kali). (HR Ahmad)
Kemudian perlu diketahui juga bahwa tidak ada larangan melakukan aktifitas yang mubah di bulan Muharram, apalagi yang bernuansa ibadah, semisal pernikahan.
Dari segi syariat, bulan Muharram adalah bulan yang mulia dan termasuk dalam golongan empat bulan istimewa yang diharamkan Allah ﷻ. Disunnahkan untuk memperbanyak puasa di bulan ini. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
“Puasa yang paling utama setelah bulan Ramadhan adalah bulan Allah; Muharram. Dan shalat paling utama sesudah shalat fardhu adalah shalat malam”. (HR Ahmad dan Muslim).
Terlebih lagi berpuasa di tanggal sepuluh dari bulan ini, ditambah dengan tanggal sembilan atau sebelas. Rasulullah ﷺ bersabda,
“Aku berharap pada Allah agar puasa di hari ‘Asyuro’ (tanggal sepuluh bulan Muharram) bisa menghapuskan dosa satu tahun lalu” (HR Muslim dan Ahmad).