Alasan Petani Rawapening Gelar Upacara HUT Kemerdekaan di Batas Sempadan Danau
Rep: Bowo Pribadi/ Red: Fernan Rahadi
Para petani yang tergabung dalam Forum Petani Rawa Pening Bersatu menggelar upacara bendera HUT kemerdekaan RI di lokasi tugu batas sempadan Rawapening, Dusun Kelurahan, Desa/ Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Rabu (17/8). | Foto: Istimewa
REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Guna mengingatkan para pemegang kebijakan revitalisasi danau Rawapening atas berbagai permasalahan yang ada, ratusan petani di sekitar danau Rawapening dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Semarang memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-77 dengan cara mereka sendiri.
Para petani yang tergabung dalam Forum Petani Rawa Pening Bersatu menggelar upacara bendera HUT kemerdekaan RI di lokasi tugu batas sempadan Rawapening, Dusun Kelurahan, Desa/ Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
Upacara bendera kali ini diikuti oleh perwakilan Forum Petani Rawa Pening Bersatu, yang berasal dari Kecamatan Tuntang, Banyubiru, Ambarawa dan Kecamatan Bawen.
Koordinator Forum Petani Rawa Pening Bersatu, Suwestiyono mengatakan warga mengaku pelaksanaan upacara bendera di tugu batas sempadan danau Rawapening merupakan wujud kegelisahan dan keresahan dengan adanya tugu batas sempadan yang dipasang oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana dan TNI.
"Pemasangan tugu batas sempadan danau tersebut telah membuat para petani dan nelayan yang ada di sekitar danau Rawapening semakin resah," jelasnya, saat dikonfirmasi usai pelaksanaan upacara.
Sebab, jelas Suwestiyono, dengan adanya tugu batas sempadan yang dipasang tersebut luasan Danau Rawapening yang semula hanya 1.516 hektare, saat ini telah melebar menjadi 2.537 hektare. Sehingga hal itu telah mendesak tanah yang dimiliki oleh warga, terutama petani dan nelayan yang selama ini mencari penghidupan di danau ini. "Terlebih, di area tersebut juga ada sejumlah aturan yang diputuskan sepihak oleh BBWS," katanya.
Aturan yang dimaksud, lanjut Suwesttiyono, antara lain di area sempadan tak boleh dimanfaatkan atau ditanami serta tidak boleh didirikan bangunan. Sementara kawasan tersebut ada tanah yang berstatus hak milik warga.
Selain itu alat tangkap ikan jenis branjang juga tidak boleh lagi digunakan oleh nelayan di danau Rawapening. Persoalan yang dihadapi para petani dan nelayan di pinggiran danau Rawapening kian bertambah sdengan adanya pengerukan di area luasan danau.
Seharusnya material yang telah dikeruk tersebut diangkat dan dibuang di luar kawasan/ area danau dan bukan hanya didiamkan di sekitar lokasi pengerukan, seperti yang berlangsung sekarang ini.
Padahal jika material pengerukan itu diangkat dan dibuang sebenarnya banyak manfaat yang akan diperoleh, di antaranya volume air danau Rawapening akan bertambah.
Menurutnya, persoalan ini terjadi karena kepentingan warga tidak diakomodir oleh para pemangku kebijakan dalam proyek revitalisasi danau Rawapening.
Mestinya, kepentingan Pemerintah dalam mengembalikan fungsi danau Rawaapening juga mengakomodasi apa yang menjadi kepentingan warga sekitar. "Sehingga proyek nasional ini juga tidak mengabaikan kepentingan warga," katanya.
Revitalisasi danau Rawapening, masih kata Suwestiyono, merupakan kebijakan yang baik dan harus didukung. "Namun pelaksanaannya jangan sampai menimbulkan dampak sosial dan perekonomian warga," ujarnya.
Terpisah, Kepala Desa (Kades) Tuntang, Nadhirin menyampaikan, perihal masih adanya persoalan terkait revitalisasi danau rawapening, ia berharap ada solusi yang saling menguntungkan.
Kepada warga di sekitar danau rawapening yang saat ini mengalami keresahan, diharapkan juga dapat menyampaikan aspirasi mereka dengan cara-cara yang konstitusional dan tidak melawan hukum. "Tentunya, cara terbaik untuk menyelesaikan masalah ini semua pihak harus duduk bersama dan menyelesaikannya dengan cara musyawarah," katanya.