Oleh : Nora Azizah, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Kasus Covid-19 mungkin tidak setinggi dulu. Orang-orang pun kini sudah banyak yang menganggap Covid-19 sebagai 'flu biasa' meski pandemi dinyatakan belum usai.
Protokol kesehatan Covid-19 juga kian longgar. Masker sudah boleh dilepas, jaga jarak juga tidak lagi berlaku, dan orang-orang sudah tak takut lagi berkumpul hingga bepergian.
Kondisi ini memang membuat kehidupan kembali nyaman dimana masyarakat tak lagi hidup dengan penuh rasa ketakutan. Akan tetapi, nampaknya Covid-19 masih menjadi penyakit yang punya perjalanan panjang dari segi penelitian.
Baca juga : Guangzhou dan Shenzhen Perketat Peraturan Covid-19
Meski obat penangkal virusnya sudah ditemukan, ternyata efek jangka panjang Covid-19 cukup menakutkan. Khususnya, penelitian yang menuliskan Covid-19 memiliki dampak jangka panjang yang bisa menimbulkan kerusakan pada otak.
Selama ini efek neurologis dari infeksi Covid-19 sudah banyak dijumpai. Banyak penelitian kian fokus meneliti efek infeksi Covid-19 yang menyebabkan perubahan pada otak.
Infeksi virus Covid-19 diketahui menyebabkan kabut otak pada sebagian orang. Hal yang belum diketahui adalah efek langsung infeksi SARS-CoV-2 pada jaringan otak.
Penelitian menunjukkan dampak Covid-19 pada otak cukup signifikan dan berpotensi merusak. Akan tetapi, para ahli belum mengetahui apakah pengaruh itu juga menyebabkan defisit kognitif jangka panjang.
Sebagian besar penelitian yang diterbitkan tentang efek SARS-CoV-2 pada otak memeriksa jaringan yang diambil dari pasien yang meninggal. Belum ada penelitian yang menawarkan analisis komparatif pencitraan otak sebelum dan sesudah terserang Covid-19.
Baca juga : Korsel Cabut Aturan Tes Covid-19 Bagi Pelancong Luar Negeri
Beberapa peneliti berpendapat bahwa sistem kekebalan tubuh bekerja berlebihan ketika virus menyerang dan peradangan mulai merusak organ lain. Hipotesis lain menunjukkan virus dapat langsung menyusup ke otak dan merusak sel-sel otak.
Namun, temuan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan baru. Belum diketahui apakah perubahan otak yang terpantau bersifat permanen, dan apakah dampak itu berkorelasi dengan perubahan perilaku atau kognitif yang bertahan lama.
Tak hanya merusak, infeksi virus Covid-19 juga disebut bisa membuat otak menyusut. Penelitian menyebutkan bahwa infeksi membuat bagian abu-abu dari otak menghilang.
Infeksi Covid-19 juga membuat hilangnya lebih banyak volume otak secara keseluruhan dan menunjukkan lebih banyak kerusakan jaringan di area tertentu. Kerusakan jaringan yang sebagian besar ada di area yang berhubungan dengan indera penciuman hingga memori juga banyak yang menghilang setelah seseorang terpapar Covid-19.
Baca juga : Vaksin Bivalen Disebut Jadi Terobosan Terbaru Kendalikan Covid-19
Penelitian juga menemukan efek penyusutan otak tidak hanya berlaku bagi mereka yang mengalami gejala parah hingga harus dirawat di rumah sakit. Mereka yang tidak menjalani perawatan di rumah sakit juga mengalami penyusutan otak.
Hal yang lebih mengagetkan lagi, infeksi Covid-19 bisa berdampak jangka panjang pada otak manusia. Di dalam jurnal ilmiah bergengsi The Lancet, efek jangka panjang Covid-19 diteliti pada 1 juta orang dalam kurun waktu dua tahun.
Penelitian mencatat adanya peningkatan demensia pada orang yang pernah terinfeksi Covid-19. Efek demensia ditemukan dua tahun setelah infeksi virus berlangsung. Virus Covid-19 dapat menyebabkan peradangan pada susunan saraf pusat. Saat virus Covid-19 merusak pembuluh darah di bagian otak maka ada sel-sel otak yang mengalami degenerasi bahkan mati.
Pada awalnya, Covid-19 menyebabkan timbulnya efek depresi hingga kecemasan. Namun, dampak mental ini ternyata menghilang dan membuat otak kembali ke garis dasarnya setelah beberapa bulan berlalu.
Baca juga : Reka Adegan: Brigadir J Jongkok Memohon, Ditembak, Lalu Tumbang
Akan tetapi, efek kerusakan otak akibat Covid-19 justru menunjukkan gejala demensia pada penderitanya. Bahkan, efek yang sama juga dilaporkan bagi yang terinfeksi Omicron dengan gejala ringan.
Masalah Covid-19 berkepanjangan atau Long Covid ini memang sejak awal masih dalam pengembangan penelitian. Hanya saja, efek Covid-19 terhadap penyakit neurodegeneratif memang sudah muncul sejak 2020. Sebab, Covid-19 tak hanya memengaruhi kualitas hidup pasien secara umum, infeksi virus Covid-19 juga memperbesar risiko sakit demensia yang tentunya berdampak besar bagi kehidupan seseorang.
Kita memang kian dihantui hal menakutkan dari efek infeksi Covid-19, khususnya terhadap kesehatan otak. Namun, beberapa penelitian masih menuliskan memerlukan studi lanjutan.
Kabar baiknya, efek Covid-19 jangka panjang hanya ditemukan pada orang dewasa saja. Kasus terbanyak juga didapati pada lansia. Sementara, anak-anak disebut tidak mendapatkan efek jangka panjang dari Covid-19.
Banyak pakar menyarankan agar orang-orang yang sehat dan tidak pernah terpapar Covid-19 untuk terus menjaga diri. Bagi mereka yang sudah pernah terinfeksi ada baiknya mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat dan bisa mengelola stres.
Baca juga : Lingkar Pinggang Bertambah 1 Inci Saja Sudah Bisa Tingkatkan Risiko Gagal Jantung