REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu)Febrio Kacaribu memastikan realokasi subsidi energi disalurkan secara tepat sasaran sehingga dapat lebih dirasakan oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
"Realokasi anggaran dilakukan sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar penyaluran subsidi dan kompensasi energi berkeadilan dan tepat sasaran," katanya di Jakarta, Selasa (6/9/2022).
Pemerintah mengalihkan alokasi dana APBN untuk subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp24,17 triliun kepada bantuan sosial untuk mendukung masyarakat di tengah lonjakan harga komoditas akibat kenaikan harga BBM.
Realokasi anggaran tersebut diimplementasikan ke dalam sejumlah program seperti pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan bantuan subsidi upah untuk pekerja berpenghasilan Rp3,5 juta ke bawah. Awalnya pemerintah mengalokasikan dana subsidi dan kompensasi energi di APBN sebesar Rp152 triliun untuk tahun anggaran 2022.
Di sisi lain kenaikan harga komoditas internasional, khususnya harga pangan dan energi, membuat asumsi yang sudah ditetapkan dalam APBN harus direvisi. Harga komoditas minyak mentah sempat tinggi mencapai 100 dolar AS per barel, sedangkan asumsi awal harganya 63 dolar AS per barel.
Hal tersebut membuat alokasi subsidi dan kompensasi energi membesar lebih dari tiga kali lipat dari Rp152 triliun menjadi Rp502 triliun. Selain itu revisi perlu dilakukan setelah hasil evaluasi menunjukkan bahwa penyaluran subsidi dan kompensasi energi tidak tepat sasaran.
"Ada temuan sebanyak 70 persen penerima merupakan kelompok masyarakat mampu," ujar Febrio.