Prevalensi Stunting di Surabaya Masih Tinggi Sebanyak 28,9 Persen
Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Prevalensi Stunting di Surabaya Masih Tinggi Sebanyak 28,9 Persen (ilustrasi). | Foto: Republika/Mardiah
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Prevalensi stunting di Kota Surabaya berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 mencapai 28,9 persen. Stunting yang merupakan kondisi balita yang mengalami kekurangan gizi kronis akibat infeksi berulang ini tingkat prevalensi di Kota Surabaya di atas rata-rata nasional yakni, 24,4 persen.
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo, meminta agar Pemkot Surabaya perlu menyelaraskan data-data stunting dengan data-data yang dimiliki BKKBN. Hasto juga mengatakan dalam upaya menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen di tahun 2024, perlu dukungan dan kolaborasi mitra kerja lintas sektoral.
“Karena dalam upaya mencegah stunting perlu akurasi data untuk menyasar target yang tepat. Perlu juga kerja sama lintas sektoral dan kolaborasi dengan mitra kerja,” kata Hasto dalam keterangan, Selasa (13/9/2022).
Hasto mengatakan berdasarkan hasil SSGI 2021 angka stunting di Surabaya adalah 28,9 persen. Saat ini terdapat sedikitnya 6.600 anggota Tim Pendamping Keluarga (TPK) di Surabaya terdiri dari PKK, Bidan dan Kader KB.
Hasto menjelaskan TPK diharapkan bersinergi dengan Kader Surabaya Hebat untuk melakukan pendampingan keluarga berIsiko stunting dalam memberikan intervensi yang tepat sehingga dapat terjadi penurunan angka stunting hingga angka 14 persen pada tahun 2024.
BKKBN juga telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kementerian Agama agar para calon pengantin melakukan pemeriksaan kesehatan khususnya pemeriksaan Hb sebelum menikah. Hal ini diharapkan dapat didukung oleh pemerintah Kota Surabaya.
Hasto juga menghimbau Pemkot Surabaya untuk mengoptimalkan penyerapan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) yang telah dialokasikan untuk mendukung pelaksanaan program Bangga Kencana dan percepatan penurunan stunting di Kota Surabaya. Tahun 2022 terdapat alokasi DAK Fisik 1,7 Milyar dan dana BOKB sebesar 20 Milyar.
Menanggapi hal tersebut, Walikota Surabaya Eri Cahyadi meminta jajarannya bergerak cepat memantau angka kelahiran di Surabaya.
"Segera koordinasi dengan BKKBN untuk memperoleh data by name by address agar keluarga berpotensi stunting dapat dipantau dan dapat diberikan penanganan serta pencegahan stunting," kata Eri.