Save Slamet Soroti Berbagai Problematika Proyek Pipanisasi di Gunung Slamet

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Muhammad Fakhruddin

Save Slamet Soroti Berbagai Problematika Proyek Pipanisasi di Gunung Slamet (ilustrasi).
Save Slamet Soroti Berbagai Problematika Proyek Pipanisasi di Gunung Slamet (ilustrasi). | Foto: Pemdes Kalisalak

REPUBLIKA.CO.ID,BANYUMAS -- Kelompok pemerhati lingkungan Gunung Slamet, Save Slamet menyoroti berbagai problematika proyek pipanisasi air bersih yang diambil dari lereng gunung tersebut. Padahal proyek tersebut ditujukan untuk warga Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, sedangkan sumber air berasal dari Desa Kalisalak, Kabupaten Banyumas.

Pegiat Save Slamet, Hendy, menjelaskan bahwa wilayah administratif baik wilayah Kabupaten, Kecamatan, Desa, KPH Perhutani, BBWS pada umumnya mempunyai batas- batas wilayah yang terbentuk dari garis pembagian air permukaan secara alamiah (punggungan bukit dan sungai). Filosofinya adalah untuk menghindari adanya konflik antar masyarakat karena air. Air adalah salah satu bentuk kedaulatan suatu wilayah administratif.

Akan tetapi, ia menyoroti bahwa tidak terlibat upaya maksimal dari Pemkab Pemalang dan pihak-pihak terkait lainnya (Perhutani Pekalongan Timur) untuk melakukan rehabilitasi terhadap hutan lindung Gunung Slamet yang masuk area Pemalang.

"Tidak terlihat upaya maksimal dari PemKab Pemalang, PDAM Pemalang, BBWS Pemali Juana dan pihak-pihak terkait lainnya untuk membangun infrastruktur penahan air, penampung air di hulu area yang kekeringan seperti embung-embung maupun upaya rekayasa lainnya untuk menghadirkan air bersih bagi masyarakat Kecamatan Pulosari yang alami krisis air bersih," ujar Hendy kepada Republika, Selasa (18/10/22).

Baca Juga

Menurutnya, pipanisasi adalah opsi tambahan terakhir jika upaya-upaya ini telah dilakukan secara maksimal dan masih belum mampu memasok air bersih, bukan sebagai opsi prioritas.

Apalagi meski banyak sumber air di lereng selatan Gunung Slamet, masih banyak desa-desa di Banyumas yang alami krisis air bersih. Misalnya: Desa Keniten yang sekecamatan dengan lokasi titik pengambilan air, desa-desa di bagian selatan Kec Cilongok, Karanglewas, Purwojati dll.

"Seharusnya prioritas air bersih diutamakan untuk yang terdekat terlebih dahulu," imbuhnya.

Tidak adanya sosialisasi terkait rencana proyek dan pengajuan permisi ke setiap desa-desa yang wilayahnya menjadi jalur proyek merupakan awal dari munculnya polemik dari proyek ini.

Apalagi proyek ini adalah proyek Pemerintah, lanjut Hendy, dan seharusnya Pemerintah menjadi teladan bagi pihak lainnya seperti masyarakat dan swasta dengan memperhatikan betul seluruh norma dan hukum peraturan perundangan. Jangan justru diabaikan demi cepatnya durasi proyek.

Menurutnya, kontraktor berhak menolak melakukan pekerjaan jika ada norma dan peraturan perundangan yang dilanggar pemrakarsa proyek. Jika proyek dilanjutkan, maka wajib ada proyek lanjutan dari Pemerintah Pusat untuk penyediaan air bersih di desa-desa yang alami kekeringan di lereng selatan Gunung Slamet. "Yang lebih dekat dengan sumber air harus juga mendapat perhatian," katanya.

Dari aspek perizinan, proses konstruksi dan operasional seharusnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik terkait aspek perizinan, kaidah-kaidah yang harus dipenuhi untuk beraktivitas di hutan lindung, peraturan perundangan terkait aspek sosial dll. Seharusnya ada kajian komprehensif mengenai aspek legal.

Kegiatan konstruksi seharusnya baru boleh dijalankan setelah pemrakarsa proyek mengantongi izin lingkungan, juga izin penting lainnya seperti Pinjam Pakai Kawasan Hutan (apalagi berada di Hutan Lindung).

"Pihak Gakkum KLHK sebaiknya segera turun tangan sehingga ada kejelasan terkait aspek legal dari Proyek ini," kata Hendy.

Tidak adanya keterlibatan Akademisi dari Kampus di Banyumas juga memperlihatkan bahwa proyek ini memandang sepele aspek sosial dan turunannya. Kulonuwun terhadap semua warga desa-desa yang dilalui Kegiatan proyek wajib dilakukan oleh pemrakarsa baik berupa konsultasi publik dalam rangka penyusunan AMDAL maupun.

Warga di desa-desa yang dilalui jalur proyek mendapatkan sosialisasi dan berhak untuk memberikan saran, kritik/masukan. Walaupun ada tujuan kemanusiaan dari proyek ini yang ditujukan bagi warga area Hilir, tetapi warga area Hulu dari proyek juga tidak kalah penting untuk diperhatikan dan wajib diberikan kompensasi yang pantas.

"Jika proyek dilanjutkan, warga area Hulu didampingi Pegiat Lingkungan Banyumas seharusnya dapat dilibatkan dalam program-program rehabilitasi dan konservasi hutan di area hilir sebagai pemantau dan berhak memberikan sanksi bahkan menghentikan suplai air jika upaya rehabilitasi dan konservasi disepelekan, diabaikan oleh stakeholder di area Hilir," tuturnya.

Selain itu, tahapan AMDAL harus diulang karena area dan warga yang berpotensi terdampak telah berubah karena adanya perpindahan titik. Jika proyek memang dilanjutkan, maka ketika operasional harus ada kontribusi PemKab dan Perumda Tirta Mulya Pemalang untuk membantu penyediaan air bersih untuk desa-desa di Banyumas yang alami kekeringan.

Dari aspek lingkungan, pihaknya menegaskan bahwa izin lingkungan harus ada dulu sebelum konstruksi dimana semua tahapan AMDAL telah dilalui. Harus ada dokumentasi Rona Awal lingkungan hidup sebelum konstruksi dan nantinya Rona Akhir sesudah konstruksi yang memperlihatkan kondisi hutan lindung pra dan paska konstruksi.

"Kegiatan pemantauan dan pengelolaan lingkungan hidup harus benar-benar dijalankan mengingat jalur berada di area yang rentan secara kebencanaan. Kegiatan rehabilitasi dan konservasi hutan lindung dan area penopangnya di area Pemalang wajib segera dijalankan," ujarnya.

Sementara dari aspek teknis, kegiatan konstruksi wajib dihentikan sebelum semua perizinan pendukung diperoleh. Perlu ada informasi terbuka berupa suatu rangkuman dari kajian teknis yang menyajikan informasi yang jelas mengenai Rencana proyek (Kerangka Acuan Kerja), desain dari jalur pipa.

Perlunya pemetaan topografi detil terlebih dahulu sebelum melakukan konstruksi, ada informasi terbuka berupa peta yang menggambarkan rencana jalur proyek dan infrastruktur pendukung di titik hulu, pertengahan dan titik hilir, serta ada informasi terbuka berupa foto- foto dokumentasi, video area jalur yang diambil dengan drone.

Sedangkan dari aspek ekonomi, proyek ini dibalut dengan kepentingan kemanusiaan tetapi menurut Save Slamet tetap saja komersil. Hal ini karena warga di area Hilir akan dikenakan iuran untuk pemanfaatan air bersih.

"Harus jelas berapa iuran yang harus dibayar oleh warga per satuan volume, apakah masyarakat miskin digratiskan?" tutur Hendy.

Menurutnya harus jelas nilai kompensasi berkala yang didapatkan oleh warga di area Hulu (Ring 1) dan area jalur pipa (Ring 2) dan warga Banyumas secara umum (melalui PemKab, Ring 3).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Terkait


Perhutani Ungkap Proyek Saluran Air Bersih Lereng Gn Slamet tidak Sesuai Kesepakatan

Atasi Kekeringan, BMH Bangun Jaringan Pipanisasi di Wonogiri

Kusno, Penyuluh Lingkungan dari Lereng Gunung Slamet

BMH Kebumen Salurkan Bantuan Sarana Air Bersih

Belasan Pendaki Senior Bakal Mendaki Gunung Slamet

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark