REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akuisisi atas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PT PLN (Persero) dinilai akan menjadi sentimen negatif bagi saham PT Bukit Asam Tbk. Untuk keperluan akuisisi, PTBA diperkirakan membutuhkan modal hingga Rp 7 triliun.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan mengatakan aksi korporasi tersebut berpotensi menekan porsi dividen PTBA. "PTBA tidak akan mampu memenuhi ekspektasi dividen," kata Hasan dalam risetnya, dikutip Kamis (20/10).
PTBA telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk mengakuisisi PLTU Pelabuhan Ratu dengan kapasitas 3x350 MW. Setelah akuisisi PLTU ini, masa pensiun PLTU akan dipercepat dari 23 tahun (2045) sebelumnya menjadi 15 tahun (2037). PLN tetap sebagai pemasok listrik yang dihasilkan oleh PLTU.
Hasan memperkirakan belanja modal sekitar Rp7 triliun untuk akuisisi ini mendekati kas sepanjang tahun 2022 sebesar Rp10 triliun. Ini artinya, akuisisi akan menggerus kas PTBA ke level terendah. Porsi pembagian dividen pun diperkirakan akan jauh lebih rendah.
Sebagai informasi, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PTBA memutuskan membagikan 100 persen laba tahun buku 2021 atau Rp 7,90 triliun sebagai dividen. Dengan demikian, setiap pemegang saham PTBA menerima sebesar Rp 688,51 per lembar saham.
Meski demikian, Hasan mempertahankan rekomendasi Beli untuk saham PTBA. Menurutnya, sentimen negatif terhadap saham PTBA ini hanya akan berlangsung dalam jangka pendek. Hasan belum memasukkan akuisisi ini ke dalam perhitungan valuasi karena rincian transaksi masih belum jelas.
"Kami percaya bahwa PTBA akan mendapat potongan harga karena rencana penonaktifan pabrik lebih awal," kata Hasan.
Sejak rencana akuisisi tersebut mencuat, saham PTBA mengalami koreksi yang cukup tajam. Pada perdagangan Rabu (19/10), saham PTBA jatuh hingga 5,81 persen sehingga membuat kinerjanya selama sepekan terakhir terkoreksi lebih dari 8 persen.