Hijab Harus Jadi Wujud Ketundukan
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Ilustrasi Hijab | Foto: Republika/Thoudy Badai
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pemakaian hijab pada era milenial kini sudah jadi tren. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia (UII), Dr Isnatin Miladiyah menekankan, memakai hijab harus sebagai bentuk ketundukan Muslimah terhadap perintah Allah SWT.
Ia berpendapat, ketundukan itu membuat hidayah akan semakin dekat. Hijab harus pula digunakan sesuai syariat dengan tidak memakai pakaian ketat. Khusus kepada mahasiswa, Isnatin berpesan agar tidak melepas hijab selepas kuliah.
Hal itu mengandung arti sebagai Muslimah harus bersikap eksklusif. Mampu dan mau bergaul dengan semua orang, jangan golongan tertentu saja, jadi agen perubahan. Namun, keindahan dalam berhijab tidak perlu diindahkan, asal tidak berlebihan.
"Tunjukkan bahwa Islam merupakan rahmatan lil alamin," kata Isnatin dalam Hijab Day di Auditorium FK UII, Kamis (20/10).
Penulis dan konsultan keluarga, Rochma Yulika berpendapat, Muslimah ideal itu yang tidak hanya mengejar karir, namun memperjuangkan kemanfaatan di masyarakat. Sebagai abidatun lillahitaala, Muslimah harus mampu menjadi hamba yang tunduk.
Baik kepada perintah Allah SWT maupun menjauhi larangan-Nya. Tantangan Muslimah sepanjang massa yaitu berperan sebagai istri dan ibu. Ia menilai, dalam melakoni peran sebagai istri sholihah, jadi sosok yang menjadikan suami sebagai pemimpin.
Sedangkan, sebagai seorang ibu merupakan suatu profesi terlama sepanjang masa karena ibu selamanya akan menjadi seorang ibu. Sebagai persiapan agar seorang Muslimah mampu melakoni peran dengan baik, ia merasa, perlu akidah yang lurus.
Ibadah dibagi menjadi mahdhoh dan ghoiru mahdhoh. Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang memiliki aturan syariat secara pasti, seperti shalat dan zakat. Berbeda dengan ibadah ghoiru mahdhoh yang merupakan amalan yang diizinkan Allah SWT.
"Serta, dilandasi oleh niat untuk memperoleh keridhoan-Nya, contohnya adalah berdakwah, silaturahim, dan menjenguk orang sakit," ujar Rochma.
Ia menekankan, seorang Muslimah boleh bekerja asal tidak menyampingkan tugasnya sebagai istri dan ibu. Niatkan bekerja sebagai ibadah dan uang yang dihasilkan untuk bersosial. Jadi, semakin besar gaji, semakin besar zakat yang diberikan.
Kepada mahasiswa, ia berpesan, sadari keberadaan diri sebagai mahluk Allah. Miliki iman yang senantiasa menggenap, berkurang dengan maksiat, bertambah dengan taubat. Jadikan Islam dan dakwah sebagai kendaraan menuju Allah dan kemuliaan.
Penting memiliki semangat belajar yang tinggi dan pantang menyerah, keinginan yang kuat untuk berkontribusi dan berpartisipasi di masyarakat. Selalu menjaga kehormatan diri dalam interaksi serta berusaha menjadi teladan bagi sesama. "Senantiasa mengukir karya dan prestasi untuk dunia dan akhiratnya," kata Rochma.