REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mewaspadai risiko resesi ekonomi global pada tahun depan. Adapun tantangan yang perlu diwaspadai pada tahun depan antara lain ancaman akibat perubahan iklim, ketegangan geopolitik yang terus berlangsung, sehingga menyebabkan disrupsi pasokan global yang memicu lonjakan inflasi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan lonjakan inflasi secara global memicu bank sentral di banyak negara mengetatkan kebijakan moneternya dengan menaikkan suku bunga secara agresif, terutama negara maju. Hal ini juga akan menambah ketidakpastian khususnya di negara berkembang.
“Jadi ketidakpastiannya banyak, makanya disebutkan di tengah risiko bagaimana kita tetap mencapai ekonomi yang tetap kuat dan bertahan, padahal pola risikonya jadi lebih sulit diprediksi,” ujarnya saat webinar Strategi Capai Ekonomi Kuat & Berkelanjutan di Tengah Risiko, Jumat (28/10/2022).
Menurutnya, APBN 2023 akan tetap berperan sebagai shock absorber dan diharapkan tetap mampu merespons gejolak global sehingga stabilitas ekonomi di dalam negeri dapat terjaga. Sri Mulyani menyebut APBN yang salah dalam tata kelolanya tidak hanya akan merugikan ekonomi, tetapi juga berpotensi memicu krisis politik, seperti yang saat ini terjadi di Sri lanka dan Inggris.
“Tantangan-tantangan masyarakat dan ekonomi yang continuously di bawah tekanan dan shock ini bukan kaleng-kaleng, istilahnya shock-nya sangat besar, yang memang kemudian jika APBN sendiri tidak tahan, APBN-nya jebol duluan,” ucapnya.
Kendati demikian, Sri Mulyani optimistis perekonomian Indonesia pada kuartal III 2022 akan tumbuh lebih tinggi dari kuartal II 2022 sebesar 5,4 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
"Kuartal ketiga ini kami harapkan momentum pemulihan ekonomi masih akan kuat," ucapnya.